Sesuatu yang sebenarnya bukan lah hal yang baru namun di lihat dari perspektif atau pandangan yang berbeda, istilah baru yang akhir-akhir ini sering kita dengarkan khusus nya dari kalangan Gen Z yakni Generasi Sandwich.Â
Secara garis besar generasi sandwich bisa di artikan sebagai sebuah kondisi dimana seorang anak yang sudah beranjak dewasa atau bahkan yang sudah berumah tangga, namun harus tetap membantu perekonomian orang tua nya dan juga membantu membiayai pendidikan adik atau saudara-saudara nya.
Sebuah kondisi atau keadaan yang seringkali menjadi sebuah beban yang di rasa kan oleh orang-orang yang kemudian menyebut diri mereka sebagai generasi sandwich, padahal jika kita melihat lagi jauh ke belakang di generasi-generasi sebelum nya hal tersebut di nilai atau mendapatkan penilaian yang berbeda.Â
Kembali ke era tahun 90-an, bisa di bilang membantu orang tua dan perekonomian keluarga adalah sebuah bakti yang di lakukan secara suka rela, tidak melihat hal itu sebagai sebuah beban apalagi keterpaksaan yang harus di lakukan, sebaliknya membantu orang tua adalah sebuah kebanggaan karena di lakukan atas dasar keprihatinan terhadap keadaan keluarga yang mungkin masih serba kekurangan.
Menyikapi hal tersebut, sangat di sayangkan jika orang-orang yang melabeli diri mereka sebagai generasi sandwich merasa bahwa apa yang mereka lakukan untuk keluarga mereka di asumsikan sebagai suatu beban dimana ada kesan terpaksa di dalam nya, sehingga hal itu menodai ketulusan atas bakti yang seharus nya di berikan dengan penuh keikhlasan.
Berbeda dengan zaman sebelumnya, mungkin kesan terpaksa tersebut di pengaruhi juga oleh sifat hedonisme dimana ada keinginan-keinginan pribadi yang harus di korbankan, rasa iri melihat orang lain bisa menikmati masa muda nya dengan uang hasil jerih payah nya sendiri dan dari situ lah keluhan itu keluar dari fenomena generasi sandwich.Â
Tidak ada penilaian benar atau salah dari perilaku orang-orang yang mengeluhkan tekanan nya terhadap tuntutan untuk membantu orang tua atau ekonomi keluarga nya, namun sangat di sayangkan jika hal itu pada akhirnya hanya akan menimbulkan pertanyaan tentang keikhlasan dari kebaikan itu sendiri.Â
Sebaliknya, harus nya kita patutlah berbangga diri ketika kita mampu untuk bisa menjadi tulang punggung keluarga, mengangkat derajat orang tua dengan sedikit meringankan beban keluarga, karena pada akhir nya pencapaian terbesar seorang anak adalah bagaimana bakti nya kepada kedua orang tua dan keluarga nya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H