Mohon tunggu...
Trisni SetyaNS
Trisni SetyaNS Mohon Tunggu... Administrasi - Bisa memberikan manfaat untuk orang lain walaupun hanya sebulir debu.

hobi : menulis buku n memasak owner Pt BISA Ct Yogya

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ketika Hati Bicara (Bag I)

16 Oktober 2018   15:13 Diperbarui: 16 Oktober 2018   17:39 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Rizki Anindita, nama yang sederhana  dan mudah untuk diingat. Tidak seperti nama-nama anak kebanyakan yang  diambil dari bahasa arab atau bahasa Inggris yang pengucapannya sulit di lidah,  bahkan arti nama itu sendiri sering terlupakan.

Nama Anindita bisa diartikan sebagai anak perempuan yang unggul/sempurna sedangkan Rizki itu  lebih. Orang tuanya menginginkan anak perempuannya mempunyai sesuatu kelebihan yang bisa dibanggakan.

Nindi berumur 17 tahun mempunyai tubuh tinggi semampai, kulitnya bersih sawo matang, alis yang tebal, bibir yang mungil, ada tahi lalat dekat hidungnya. Senyumnya selalu menghiasi wajahnya yang agak cabi, terkesan kalo pemilik wajah itu mempunyai sifat yang  ramah.

Berkumpul untuk mengobrolkan merupakan  sesuatu hal yang biasa dilakukan, setiap sarapan pagi, makan malam atau di sela-sela kesibukan masing-masing setiap anggota keluarga.

Seperti malam ini, rumah tampak ramai dengan senda gurau penghuni rumah karena semua berkumpul, habis makan malam Pambudi, Sismiyati, Bimo dan Nindi.

 Berada di ruang keluarga dengan menggunakan nyala lampu LED yang terang menyinari seluruh ruangan. Sofa melingkar setengah lingkaran, televisi yang berukuran besar menghiasi tembok. Kelihatan  serasi sekali di padu cat berwarna biru muda.

Ruangan sebelah kanan terdapat  kamar tidur Nindi, sebelahnya lagi ada dua kamar, satunya kepunyaan Bimo dan satunya lagi kamar tamu sedang Kamar orang tuanya berada ujung paling kiri. Di ruang keluarga  terdapat almari buffet dengan berbagai pernak pernik miniatur hiasan tradisional jawa, ada sepeda onthel (Sepeda kayuh ), mobil kodok, sepasang patung loro blonyo yang mempunyai arti sebagai penyatuan pasangan antara laki -- laki dan perempuan dan masih banyak lagi miniatur-miniatur lainnya yang menghiasi ruang tamu yang tertata rapi dan menarik.

Di sebelah paling kanan, tampak ruangan yang penuh dengan buku-buku tertata apik dan sepertinya keluarga ini sangat hobi dengan membaca. Dari buku-buku ensiklopedi sampai bacaan harianpun sepertinya sudah di setting bagaimana kebiasaan orang rumah ini.

Dengan bersandar,  Bimo  asyik membayangkan teman-temannya. Lama laki-laki itu menerawang jauh,  dengan kesibukan kuliah masih bisa berkecimpung di dunia usaha walaupun sebagai side job, sangat menarik sekali. Manajemen waktu yang harus diacungi jempol. Kepalanya tanpa sadar geleng-geleng.

Dengan berbekal tekad untuk maju terus, tidak tergantung dengan orang tuanya yang jauh dari tempatnya kuliah ternyata banyak muncul pemikiran yang kreatif dan inovatif  dengan menciptakan sesuatu yang berguna untuk kelangsungan hidupnya .

"kebutuhan mahasiswa tahulah Ibu.. membuat tugas-tugas yang harus dikumpulkan, kegiatan-kegiatan yang tentunya  membutuhkan biaya apalagi kalau sudah waktunya membayar uang semesteran kita telat  sudah pasti ditagih sama pihak kampus supaya cepat-cepat melunasi kalau tidak bisa kena Droup Out (DO)... beruntung bagi  yang mengandalkan pemberian orang tua sudah pasti tiap bulan datang hibah uang tapi alangkah  mandirinya  kalau mahasiswa itu  membiayai kuliahnya sendiri.....hemm...jempol dua...hehehe" ucap Bimo panjang sambil tersenyum dan seakan-akan terhanyut akan jalan pikirannya yang mulai merasuk ke dalam pori-pori bibirnya sehingga kata-katanya dengan lancer berucap kepada adiknya.

Rasa  optimis untuk menciptakan suatu usaha sudah merayapi jalan pikiran dan hatinya. Keinginan kuat untuk tidak tergantung kepada orang tuanya.

Banyak temen Bimo yang jualan pecel lele di dekat kampus tercinta,  ada juga yang jadi penulis, ada yang membuka counter hp dan masih banyak lagi. Yang menarik bagi Bimo ada salah satu mahasiswanya yang bener-bener kekurangan, segi materi namun  karena kehendak Yang Maha Kuasa apapun bisa terjadi di dunia ini. Apalagi   prestasi yang dipunyai amat-amat  membanggakan dengan kelancaran otaknya temennya itu  ke Luar Negeri tanpa uang sepeserpun.

"giliranku kapan ya...? Ucap Bimo menerawang jauh ke langit-langit sudut  di ruang keluarga.

" itu semua tinggal kemauan dan niat  Mas Bimo saja...mau apa tidak untuk malaksanakan ? Kalau mau ya gimana caranya memperoleh sesuatu agar kita berhasil saja Mas... action, action dan action... itu harus dilakukan seperti kata Ipho Santoso... pencetus..pemikir otak kanan..benar tidak Mas.. " sela Nindi sambil memandang kakaknya layaknya guru konseling yang memberikan arahan dan motivasi pada anak didiknya.

Ternyata hobynya yang suka membaca buku-buku Ipho Santoso juga telah mulai merayapi jalan pikirannya.

Kedua orang tua yang duduk bersebelahan kompak menoleh mengamini anak perempuannya yang ternyata mempunyai jalan pikiran yang maju. Tidak mengandalkan gaji seorang pegawai saja.

"tanpa action...sama juga nol Mas..." timpal sang Ayah sambil melingkarkan ibu jari bertemu jari telunjuk yang menunjukkan angka nol.

Sekarang giliran Bimo yang mati kutu, tanpa disadari aksi garuk kepalanya menandakan otak Bimo sedang mencari sesuatu yang bisa untuk dijadikan action.

Kata-kata adiknya benar juga, sifatnya sangat peka tidak heran jika gadis itu terpilih sebagai ketua OSIS karena otaknya memang brillyan, selalu mempunyai ide-ide kreatif yang orang lain masih berada di zona nyaman, dia selangkah lebih maju. Dalam hati Bimo dia juga mengakui kalau adiknya cerdas segalanya.

"heeem... lagi mikir ya mas...buat bimbel saja mas...mas kan dah punya basic di  Universitas Negeri Yogyakarta ...besuk aku bantu tapi aku bantunya bagian A-D-M saja.... Kan prospeknya bagus, kalau jalan terus sekalian mendirikan Lembaga Pendidikan ...jadi menciptakan lapangan pekerjaan  di samping pekerjaan pokoknya..." lanjut Nindi berapi-api sambil mempermainkan penanya di kepala mengikuti gerakan garuk-garuk kepalanya Bimo.

" hemm...boleh juga ...tapi bener lo ya kamu harus bantu kakak...." ucap Bimo memikirkan kembali apa yang dikatakan oleh adiknya, cukup brillyan itu.

"kenapa tidak kepikiran olehku ya...masuk akal juga kalau aku bikin bimbel..." batin Bimo.

Muncul ide-ide di otaknya seandainya dia benar mendirikan bimbel, apa saja  yang harus direncanakan, Laki-laki itu terdiam dan berfikir.

Di ruang keluarga tiba-tiba hening, semua terdiam, kesempatan buat Nindi untuk mengalihkan topik pembicaraan di sekolah. Ingin berbagi cerita dengan apa yang terjadi di sekolahan tadi...pikirannya melayang jauh bersama teman-temannya.

Perasaannya gerah menyelimuti hati Nindi yang  melihat sikap salah satu temannya yang mencoba untuk meraih perhatian guru Bahasa Inggrisnya.

 "Ibu, Ayah kenal dengan Pak Fahri.. yang mengajar Nindi  Bahasa Inggris  ...?" pancing  Nindi  memperhatikan wajah ayah dan ibunya bergantian.

Spontan kedua orang itu memandang wajah anaknya dengan memperhatikan mimik wajah anaknya . Ada sesuatu yang sepertinya mengganjal dalam benak anaknya.

"Memang ada apa dengan guru Bahasa Inggris Kamu? Sepertinya Ibu belum pernah ketemu beliau....siapa Pak Fahri...?" Tanya Sismiyati dengan nada menekankan nama guru yang disebut Nindi penuh selidik .

"Akhir-akhir ini anak  gadisnya jika menceritakan kegiatan di sekolahnya pasti ujung-ujungnya nama guru muda itu yang akhirnya topic  pembicaraan yang katanya memang masih muda, sopan, tidak banyak tingkah dan selalu menarik perhatian anak didiknya termasuk anak perempuanku kah" batin Sismiyati menarik kesimpulan dari apa yang selama ini yang jadi percakapan Nindi.

"Ibu,  menurut Ibu mengutarakan rasa suka kita pada lawan jenis dan di upload ke jejaring menurut ibu gimana...? Tanya  Nindi agak ragu.

" maksud kamu...? Balik Tanya Sismiyati

" iya Bu...ada temen Nindi yang mengutarakan cintanya dengan Pak Fahri melalui facebook, tanggapan dari temen-temen ada yang suka tapi lebih banyak yang tidak suka dan menghujat dengan kata-kata yang tidak pantas, kasihan Pak Fahri jadi bulan-bulanan di sekolahan apalagi posisinya Pak Fahri jelas-jelas tidak enak. Apalagi dia selaku guru yang tingkah lakunya cenderung banyak diperhatikan warga sekolah... tega-teganya temanku itu..."ucap Nindi setengah iba ada rasa iri di hati nya walau itu tidak kentara betul namun cinta itu jelas terlihat ketika nama Fahri selalu diucapkan Nindi.

"kasihan Pak Fahrinya...kamu kenal teman kamu itu siapa...?" sela Bimo juga ikut terhanyut dengan cerita adiknya.

" nick name dia hanya NOI itu saja..." ucap Nindi lirih sepertinya takut jika nama itu benar-benar terjadi.

"Ya...memang zaman sudah banyak berubah...kamu sepertinya juga ada perasaan dengan Pak Fahri ya... aku harapkan jangan dulu. Gapai cita-citamu selagi kamu bisa meraihnya, cinta akan datang dengan sendirinya, manusia hidup sudah berpasang-pasangan jadi tidak usah takut untuk tidak mendapatkan jodoh ..." Ucap Sismiyati memperhatikan wajah anak gadisnya yang memerah karena ketahuan ibunya dan sepertinya ibunya membaca  perasaannya. 

"beda zaman kita dulu ya bu...kalau dulu anak lelaki yang lebih agresif, lebih berani mengutarakan perasaan tapi sekarang tidak laki-laki atau perempuan bisa mengutarakan perasaannya sesukanya. Kalau untuk urusan cowok kamu harus hati-hati ya Nin, sebagai anak perempuan kamu harus punya prinsip.

Yang harus digaris bawahi pertama karena kamu anak gadis tidak sepantasnya kalau kamu terlalu agresif terhadap seorang cowok, ini pantangan bagi keluarga kita khususnya kamu adalah seorang gadis , kalau laki-laki tahu sifat kamu seperti temen kamu itu pasti laki-laki akan takut lari terbirit-birit ...na'udzubillah mindzalik... jangan sampai ya anak Bapak seperti itu..." Ucap ayah Nindi memberikan nasihat panjang pada anaknya yang wajahnya memerah.

Dalam  hati Nindi, ia mengamini apa yang dikatakan ayahnya. Orang tuanya sangat peka sekali dengan urusan masalah hati yang ada hubungannya dengan perilakunya yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.

Pambudi sangat protektif dengan urusan yang namanya cowok, apalagi Nindi adalah anak gadis satu-satunya yang sangat ia sayangi melebihi apapun di dunia ini.

"menjaga diri di depan laki-laki itu penting , harga diri dan kehormatan seorang perempuan  ada pada sikap dan tingkah laku kita, sebagai sebagai orang beragama kita harus berpegang teguh dengan norma-norma agama, sebagai orang timur kita harus  membawa ketimuran kita...itu namanya kita melestarikan budaya yang baik...perilaku yang baik, jangan kita meniru perilaku orang barat di terapkan di sini itu tidak akan masuk dalam budaya kita, masyarakat kita masyarakat timur ... junjung ketimuran kita jangan sampai kena arus globalisasi yang negative..." Sismiati  menambahkan kata-kata suaminya.

 "Apalagi kalau cowok itu suka sama kita, kita bisa menghargai mereka untuk mencintai kita tapi kalau kita tidak cocok tidak perlu membalasnya. Yang kedua memilih cowok harus bisa memberi semangat untuk maju, menjadi inspirasi kita belajar , supaya hidup terarah dan menjadi  kearah yang lebih baik lagi. Ketiga memilih cowok harus pintar bergaul dan membawa diri terutama pada keluarganya kita terutama lagi bisa mengambil hati Ibu dan ayah...kalau sudah bisa mengambil hati kedua orang tuamu ini berarti cowok kamu itu pintar beradaptasi kedepannya jika mempunyai permasalahan yang pelik mudah untuk mengatasinya..." lanjut Ayah Nindi menambahkan apa yang di ucapkan istrinya.

" ayah..., ibu... jangan khawatir, untuk saat ini Nindi tidak berniat untuk mencari kekasih, Nindi juga masih focus dengan pelajaran Nindi, apalagi sekarang sudah kelas 12 jadi mikir pelajaran dulu...tapi kalau buat selingan tidak apa-apa ya...hehehe..." ucap Nindi sembari tersenyum lebar. Bayangan guru Bahasa Inggrisnya menari-nari di angannya, wajah imut guru muda itu  selalu bisa menggoda.

" dadi bocah ojo grusah grusuh, pemikiran lan tindak tanduke kudu maton, ngati-ati...ojo kegudo kadunyan wae...mengko uripmu ndak sengsoro (jadi anak perempuan jangan tergesa-gesa, cara berfikirnya juga tingkah laku kita harus, hati-hati jangan terjebak dunia saja nanti hidupmu bisa sengsara).." terngiang nasihat nenek Nindi ketika umurnya  baru menginjak lima belas tahun.

Setiap kali tidur di rumah neneknya, Nindi serasa berada di negeri 1001 malam, dongeng-dongeng neneknya sering menghipnotis alam bawah sadarnya untuk selalu berusaha lebih baik dan pada akhirnya cerita 1001 malam itu membawa dia tertidur pulas.

Bagi Nindi itu merupakan pengalaman yang tidak akan pernah dilupakan sampai saat ini. Apalagi ayah ibunya juga mempunyai cara didik yang hampir sama dengan kakek neneknya  membuat gadis itu merasa nyaman .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun