Perubahan yang terjadi akibat rangsangan (stimulus) sehingga memicu  perilaku reaktif (respons) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulus yang dimaksud ialah lingkungan belajar pada anak, baik secara internal ataupun ekternal yang menjadi penyebab belajar anak. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulus. Jadi, belajar adalah penguatan dari serangkaian ikatan, asosiasi, sifat, dan kecenderungan stumulus dan respon.[2]
Â
Behaviorisme adalah salah satu paham aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmani tanpa memandang aspek-aspek mental peserta didik.[3] Peristiwa belajar dianggap semata-mata hanya melatih refleks-refleks sedemikian rupa hingga terbentuk kebiasaan yang pada akhirnya dimiliki oleh peserta didik. Dalam konsep behaviorisme, perilaku manusia dianggap ssebagai hasil belajar dari proses belajar, sehingga dapat diubah dan dimodifikasi dengan memanipulasi dan mengkreasikan kondisi-kondisi belajar.Â
Â
Seseorang telah dianggap belajar ketika ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku pada dirinya setelah belajar. Seperti; seorang peserta didik belum dapat dikatakan berhasil belajar akidah akhlak jika ia belum mampu atau bahkan tidak mau melibatkan dirinya dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti; mengucapkan salam sesama muslim, baik dalam bertutur kata, sopan, berbakti kepada orang tua dll. Menurut teori ini yang terpenting adalah : Â Masukan berupa stimulus dan keluaran yang berupa respon, adapun yang dimaksud dengan stimulus adalah hal apa saja yang disampaikan guru kepada peserta didik. Contoh; alat perkalian, alat peraga, alat perlombaan atau cara-cara tertentu untuk membantu aktivitas belajar peserta didik sedangkan respon adalah reaksi atau tanggapan peserta didik terhadap stimulus yang diberikan oleh guru.
Â
Aliran ini bersifat elementaristik yakni memandang manusia sebagai organisme yang pasif, sehingga dikuasai oleh stimulus-stimulus yang ada di sekitar lingkungan. Sehingga pada dasarnya, manusia dapat dimanipulasi tingkah lakunya dan dapat dikontrol dengan jalan melalui stimulus-stimulus yang ada dalam lingkungannya[4]
Â
    Teori belajar behavioris menurut J.B. Watson mengatakan ada dua prinsip dasar dalam belajar, yaitu prinsip frekuensi dan keterkinian. Teori Watson disebut juga teori pengkondisian klasik yang dipelopori oleh Pavlov, seorang psikolog-refleksolog dari Rusia. Pavlov memulai teori ini dengan melakukan percobaan pada seekor anjing. Berdasarkan hasil eksperimennya, Pavlov sampai pada kesimpulan bahwa gerak refleks dapat dipelajari dan dapat diubah akibat latihan. Kemudian gerak refleks tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu refleks alamiah (unconditioned reflex) dan refleksi terkondisi atau refleksi yang dipelajari (conditioned reflex).
Â
Teori ini menganggap bahwa belajar adalah proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang menimbulkan reaksi (respons). Penganut teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia adalah hasil dari conditioning, yakni hasil dari latihan-latihan atau Kebiasaan-kebiasaan yang berulang yang dialaminya di dalam kehidupannya.[5]