Mohon tunggu...
Trisna Amelia
Trisna Amelia Mohon Tunggu... -

Saya seorang pembelajar yang ingin memiliki akses belajar seluas-luasnya.. Belajar dari sesama, belajar dari alam, belajar dari kebesaran Tuhan dengan semua ciptaannya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Karakter sebagai Solusi bagi Krisis Multidimensi

23 November 2011   15:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:17 2569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Trisna Amelia, S.Pd. (Seorang Pendidik dan Pembelajar)

23 November 2011

Krisis multidimensi yang telah mendera Indonesia sejak 10 tahun belakangan ini memang telah banyak menyerap perhatian orang-orang yang pakar dibidangnya. Mereka saling berargumen mengenai mengapa terjadi krisis multidimensi yang mencakup semua lini kehidupan di Indonesia. Kecenderungan argumen yang telah saya baca menyimpulkan bahwa penyebab utama dari krisis ini adalah krisis moneter di Indonesia selama 13 tahun belakangan. Dinyatakan bahwa dari krisis moneter ini kian merambat ke bidang politik, sosial, moral, budaya, agama, sains,  dan pendidikan. Namun, apakah benar kita dapat menjustifikasi kondisi moneter Indonesia sebagai penyebab utama keterpurukan Indonesia di semua bidang kehidupan? Hal ini penting dipertanyakan, karena tak ubahnya badan yang sakit membutuhkan obat, jika dokter salah memberikan diagnosa maka malpraktek mematikan yang akan terjadi. Demikian pula kondisi komplikasi kronis yang diderita Indonesia, perlu diketahui titik kritis penyebab komplikasi sehingga kita bisa mencari solusi dari akar masalahnya.

Kompleksitas dan kesemrawutan kondisi bangsa sampai saat ini belum menemukan penyelesaian yang jelas. Ibarat berusaha merapikan benang yang sudah kusut, tak kunjung menampakkan hasil, bahkan kian lama kian memburuk. Tidak cukup kajian dari satu disiplin ilmu saja untuk menyelasaikan persoalan bangsa yang rumit ini, tapi setidaknya kita perlu berusaha mencari titik terang penyelesaian sehingga kita tidak salah memberikan obat bagi sakit kronis Indonesia yang kompleks ini. Adalah penting bagi bangsa Indonesia ini untuk menanggalkan egoisme sektoral mereka masing-masing jika ingin duduk sehamparan, mencari kesepakatan dan pemecahan persoalan bersama. Semua pihak boleh berargumen mencarikan solusi, karena pada prinsipnya multidimensional crisis memerlukan multidiscipliner solution.

Sebagai seorang yang mendalami ilmu pendidikan dan langsung terjun di dunia pendidikan, tentu saya akan berargumen dari sisi pendidikan. Krisis yang terjadi di bidang pendidikan berkaitan dengan individu siswa sebagai out put pendidikan. Menjadi hal yang penting saat kita membicarakan siswa karena mereka adalah generasi bangsa yang 10 tahun ke depan akan menjadi khalifah yang meneruskan peradaban bangsa. Menjadi keharusan bagi kita untuk memastikan mereka dibentuk dengan cara yang benar sehingga menjadi individu dengan karakter pembangun dan pejuang yang akan membangun negaranya serta memperjuangkan harkat dan martabat bangsanya. Jika pendidikan di Indonesia berhasil melakukan itu, maka kita tidak perlu khawatir untuk mempercayai anak-anak bangsa itu sebagai pemimpin dan pemegang birokrasi kelak.

Untuk merealisasikan generasi muda yang berjiwa pembangun ini, agaknya pembentukan karakter penting dijadikan salah satu tujuan pendidikan. Karakter positif, bukan sebaliknya. Hal ini pula rupanya yang telah menjadi fokus perhatian banyak pakar pendidikan sehingga mereka merasa perlu mengitegrasikan pembentukan karakter ke dalam tubuh pendidikan yang dinyatakan sebagai pendidikan berkarakter.

Siapapun yang mendengar wacana ini tentu akan memunculkan pertanyaan dengan nada yang kurang lebih seperti ini, “apakah pendidikan di Indonesia selama ini tidak mendidik anak-anak disertai dengan pembentukan karakter positif?”. Biarlah para guru sebagai pendidik yang menjawab pertanyaan ini, karena pada dasarnya saat seorang guru memutuskan untuk memberikan pendidikan kepada siswanya, mestinya pembentukan karakter (positif) itu sudah terintegrasi di dalamnya. Kita tidak bisa membayangkan bahwa seorang guru biologi yang masuk selama 2 jam pelajaran (kurang lebih 90 menit) memilah-milah beberapa puluh menit untuk mengajar biologi dan beberapa menit untuk meyampaikan materi karakter. Tidak, jelas tidak seperti itu maksud pendidikan berkarakter di sini. Pembentukan karakter sebagai bagian dari tubuh utuh pendidikan meliputi setiap konsep yang diajarkan oleh guru dalam mata pelajaran apapun.

Pada dasarnya, pendidikan itu sendiri sudah harus mencakup pendidikan mental dan pembentukan karakter positif selain juga harus mencapai kecerdasan intelektual siswa. Namun, kenyataan yang kita dapati sekarang ini menunjukkan kecederungan inbalace dalam pencapaian tujuan itu. Pendidikan cenderung padat materi sehingga apa yang diperoleh siswa di sekolah lebih banyak berupa nilai-nilai sekular yang mengenyampingkan kedalaman nilai-nilai positif karakter. Inilah yang harus ditilik kembali dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah. Siswa hendaknya juga memperoleh pembiasaan untuk mengembangkan sikap dan nilai-nilai positif. Nilai kejujuran, nilai kecintaan terhadap tanah air, nilai ketaqwaan kepada Tuhan YME serta nilai saling mencintai sesama makhluk ciptaanNYA.

Pendidikan karakter bukanlah sesuatu yang instan. Bukan ibarat mie instan yang begitu diseduh langsung dapat mengisi perut. Pendidikan karakter adalah suatu proses yang ditularkan, diteladani, dibiasakan dan pada akhirnya akan tampak sebagai karakter yang selalu diterapkan. Jika siswa sebagai pembelajar telah dibiasakan untuk melihat dan meneladani nilai-nilai positif itu saat mereka dididik di sekolah, maka mereka akan menjadi generasi bangsa dengan segala karakter positif. Bukan generasi yang korup, bukan generasi yang selalu saling sikut demi kekuasaan dan jabatan, bukan generasi yang mudah menanggalkan identitasnya sebagai manusia bertaqwa kepada Tuhan YME dan berjiwa Pancasila. Tetapi mereka adalah pribadi dengan jiwa konstruktif, inovatif, dan solutif yang siap mengikis dan menyelesaikan segala kemelut bangsa yang tengah sekarat dengan carut-marut ini. Merekalah generasi yang siap mencopot segala krisis multidimensi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun