Mohon tunggu...
Trisha Fashalna Nabila
Trisha Fashalna Nabila Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Win without bragging and lose without complaining

Selanjutnya

Tutup

Money

Urgensi Etika Mencari Harta dalam Teori Ekonomi Islam

19 Maret 2019   05:21 Diperbarui: 19 Maret 2019   05:44 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Etika merupakan studi sistematis tentang kebiasaan baik, buruk, harus, benar, salah dan lain sebagainya dan prinsip-prinsip umum yang membenarkan kita untuk mengaplikasikannya atas apa saja. Etika dapat dimaknai sebagai dasar moralitas seseorang dan disaat bersamaan juga sebagai filsufnya dalam berprilaku.

Secara terminologi arti kata etika sangat dekat pengertiannya dengan istilah Al-Quran al-Khuluq. Untuk mendeskripsikan konsep kebijakan, Al-Quran menggunakan sejumlah terminologi sebagai berikut : khair, bir, qist, adl, haqq, ma’ruf dan taqwa.(Badroen:2006,4)

Sedangkan menurut pendapat ulama’ Hanafiyah sebagaimana dikutip oleh Ismail nawawi menyatakan bahwa harta adalah sesuatu yang berwujud dan dapat disimpan sehingga sesuatu yang tidak berwujud dan tidak dapat disimpan tidak termasuk harta, seperti hak dan manfaat. Pendapat ini mensyaratkan unsur-unsur tertentu yang dapat disebut al-mal (harta) yaitu :

  • Dimungkinkan untuk dimiliki, disimpan dan harus dapat dikuasai, misalnya oksigen yang dapat disimpan dalam tabung.
  • Sesuatu yang dapat diambil manfaatnya secara wajar, jika secara asal tidak dapat diambil manfaatnya seperti daging bangkai, pakaian yang sudah rusak tidak dapat dikatakan sebagai harta.
  • Manfaat yang ada harus manfaat yang secara umum dapat diterima oleh masyarakat, seperti sebutir beras, setetes air tidak dapat dikatakan sebagai harta. (Rokhim,2013:29-30)

Kedudukan harta dalam Islam dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa harta merupakan perhiasan hidup sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Kahfi ayat 46 yang artinya sebagai berikut: “harta dan anak-anak adalah perhiasan hidup dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” 

Sesungguhnya Islam memperbolehkan manusia bersenang-senang dengan kebaikan dan perhiasan dunia. Islam memandang kehidupan ekonomi yang baik sebagai sarana penunjang untuk meningkatkan kemanusiaan, hubungan baik  dengan Allah, dan meningkatkan kebaikan kepada sesama makhluk. Dengan demikian, telah menjadi jelas bahwa rambu-rambu Islam dalam memandang harta adalah sebagai sarana untuk mencapai kebaikan.

Islam menyuruh menjaga harta, melarang memubadzirkan dan menyia-nyiakannnya, sehingga harus ditahan kemerdekaan setiap orang yang akan merusak hartanya. Karena sesungguhnya dalam harta orang itu ada bagian dan hak sosial.

Allah SWT menciptakan harta kekayaan untuk dicari, dimiliki, dan kemudian dipergunakan oleh manusia. Kekayaan adalah alat pendukung hidup manusia, oleh sebab itu manusia mempunyai bagian dan hak untuk memilikinya.

Al-Quran telah meletakkan konsep halal dan haram yang berkenaan dengan bagaimana hukum hal-hal yang menyangkut dan berhubungan dengan harta benda. Perbedaan halal dan haram bukan saja mengharuskan tujuan saja yang seharusnya benar, melainkan sarana untuk mencapai tujuan itu juga haruslah baik, seperti halnya perintah Al-Qur’an untuk mencari nafkah setelah ibadah, yang mengimplikasikan bahwa seseorang hendaklah mengikuti perilaku yang diperkenankan dan dihalalkan dalam mendapatkan penghasilan baik dalam aspek niat dan metode dari pada mencari harta kekayaan dan ketidak perbolehan adanya ketidak adilan dan penipuan (riba), sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadis riwayat Ibnu Majah: “Dari Jabir bin Abdullah r.a. berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Wahai manusia, bertaqwalah kepada Allah dan berbuatlah baik dalam mencari harta karena sesungguhnya jiwa manusia tidak akan puas/mati hingga terpenuhi rezekinya walaupun ia telah mampu mengendalikannya (mengekangnya), maka bertaqwalah kepada Allah SWT dan berbuat baiklah dalam mencari harta, ambillah yang halal dan tinggalkanlah yang haram”(HR Ibnu Majah).

Meraih harta secara langsung dari hasil keringatnya sendiri. Inilah yang sering dipuji oleh Islam, seperti pernyataan yang terdapat didalam hadis riwayat al-Bazar berikut ini: “Rifa’ah bin Rafi’ r.a, sesungguhnya Nabi SAW ditanya: “apa pekerjaan yang paling utama atau baik?” Rasul menjawab, “Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya dan setiap jual beli yang baik”(HR al-Bazar dan dibenarkan al-Hakim).

Hadis tersebut menekankan bahwa manusia harus :

  • Bekerja
  • Meraih harta dengan jerih payah keringatnya sendiri
  • Meraih harta di jalan yang benar
  • Menjauhi perdagangan yang mengandung riba

Cara ini merupakan cara meraih harta yang paling mulia dalam Islam. Islam adalah satu-satunya agama samawi yang memuliakan pekerjaan bahkan memposisikan pekerjaan sebagai ibadah disisi-Nya, menjadikannya asas dari kebaikan dunia dan akhirat.(Rokhim,2013:37)

Maka, Islam memandang mengenai harta dapat diuraikan sebagai berikut :

  • Pemilik mutlak terhadap segala sesuatu yang ada dimuka bumi ini adalah Allah SWT. Kepemilikan oleh manusia bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan amanah, mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuan-Nya.
  • Status harta yang dimiliki manusia adalah sebagai berikut :
    • Sebagai amanah (titipan) dari Allah SWT. Manusia adalah pemegang amanah karena memang tidak mampu mengadakan benda dari yang tiada.
    • Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya dengan baik dan tidak berlebihan. Sebagai perhiasan hidup harta sering menyebabkan keangkuhan, kesombongan serta kebanggaan diri.
    • Harta sebagai ujian keimanan. Hal ini menyangkut soal cara mendapatkan dan memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam atau tidak.
    • Harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksanakan perintah-Nya dan melaksanakan muamalah antar sesama manusia, melalui zakat, infak dan sedekah.
  • Pemilikan harta dapat dilakukan melalui usaha (amal) atau mata pencaharian (maisyah) yang halal dan sesuai dengan aturan-Nya.
  • Dilarang mencari harta, berusaha atau bekerja yang melupakan mati, melupakan dzikrullah (mengingat Allah SWT), melupakan sholat dan zakat, dan memusatkan kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya saja.
  • Dilarang menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba, perjudian, jual beli barang yang haram, mencuri, merampok, curang dalam takaran dan timbangan, melalui cara-cara yang batil dan merugikan, dan melalui suap menyuap.

Berdasarkan pemaparan diatas bahwa aturan dalam memperoleh harta didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut :

  • Prinsip sirkulasi dan perputaran, maksudnya harta memiliki fungsi ekonomis yang harus senantiasa diberdayakan agar aktifitas ekonomi berjalan sehat. Maka harus berputar dan bergerak dikalangan masyarakat baik dalam bentuk konsumsi atau investasi, sarana yang diterapkan oleh syariat untuk merealisasikan prinsip ini adalah dengan larangan menumpuk harta, monopoli terutama pada kebutuhan pokok, larangan riba, berjudi, dan menipu.
  • Prinsip jauhi konflik, maksudnya harta jangan sampai menjadi konflik antar sesama manusia. Untuk itu diperintahkan aturan dokumentasi, pencatatan/akuntansi, al-isyhad/saksi/jaminan(rahn/gadai).
  • Prinsip keadilan, maksudnya untuk meminimalisasi kesenjangan sosial yang ada akibat perbedaan kepemilikan harta secara individu. Terdapat dua metode untuk merealisasikan keadilan dalam harta yaitu perintah untuk zakat infak shadaqah, dan larangan terhadap penghamburan(israf/mubadzir).(Rokhim,2013:41-42)

Dengan demikian, ekonomi islam adalah sebuah disiplin ilmu ekonomi yang khas dan memiliki banyak fitur yang berbeda dengan ekonomi konvensional. Misalnya, hak milik harus dibarengi dengan tanggung jawab, transaksi bisnis tidak boleh mengandung gharar (ketidakpastian resiko), pasar tidak boleh berubah menjadi instrumen yang eksploitatif, mengedepankan kerjasama ketimbang kompetisi, tanggung jawab sosial dan lingkungan, pemenuhan kebutuhan dasar sebagai prioritas pertumbuhan ekonomi, keadilan sosial ekonomi, dan sebagainya.(Hoetoro,2007:209)

Diatas telah disebutkan bahwa implikasi dari pandangan dunia Islam telah melahirkan pertimbangan etika dalam kegiatan-kegiatan ekonomi. Salah satu bidang etika yang ditentukan oleh syari’ah adalah kategorisasi tindakan ekonomi kepada aspek-aspek yang dihalalkan dan diharamkan. Ketentuan syari’ah ini dipandang sebagai perumusan teoritis yang mencampuradukan antara ekonomi dan wilayah hukum (agama).

Al-Faruqi menyatakan pentingnya etika ekonomi ini karena perilaku ekonomi manusia memang dapat menciptakan atau merusak kebahagiaan hidup. Itulah sebabnya mengapa agama berusaha untuk menuntun tindakan-tindakan ekonomi manusia kepada norma-norma etika dan tanggung jawab.

Islam sebagai agama penegasan dunia dengan sendirinya berkepentingan untuk mengatur kehidupan ekonomi manusia menuntut standar etika yang ditentukan oleh penciptanya. Oleh karena itu, muncul diktum Islam yang sangat terkenal bahwa agama adalah mu’amalah, yakni perlakuan manusia terhadap sesama. Dari diktum agama inilah landasan pacu ekonomi Islam dibangun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun