Mohon tunggu...
Tririzqi Mulyani19
Tririzqi Mulyani19 Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

bernyanyi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ekonomi Syariah Bicara Kenaikan PPN 12%

20 Desember 2024   17:38 Diperbarui: 20 Desember 2024   17:38 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Postingan X)

Dengan situasi seperti ini, kebijakan kenaikan PPN harus diiringi dengan langkah-langkah mitigasi, seperti pemberian insentif bagi UMK, subsidi untuk kebutuhan pokok, atau penguatan program perlindungan sosial, agar dampak negatif kebijakan ini tidak semakin memperburuk kesejahteraan masyarakat.

Solusi Menurut Ekonomi Syaria

Dalam ekonomi syariah, zakat, wakaf, dan infak adalah instrumen penting yang bisa dijadikan alternatif kebijakan fiskal. Zakat, sebagai kewajiban umat Islam, memiliki peran untuk mendistribusikan kekayaan secara adil dan mengurangi ketimpangan sosial. Pemerintah dapat memperkuat pengelolaan zakat dengan sistem yang lebih modern, transparan, dan terintegrasi, sehingga potensi zakat yang besar dapat dimanfaatkan untuk membantu kelompok rentan dan membiayai program sosial. Wakaf, terutama wakaf produktif, dapat digunakan untuk mendukung pembangunan infrastruktur publik seperti sekolah, rumah sakit, dan fasilitas umum lainnya. Dana wakaf yang dikelola secara profesional dapat menghasilkan keuntungan berkelanjutan untuk kebutuhan masyarakat tanpa harus membebani anggaran negara. Selain itu, infak sebagai bentuk kontribusi sukarela dapat mendorong solidaritas sosial yang lebih luas, sekaligus mengurangi ketergantungan pada pajak yang memberatkan masyarakat kecil.

Prinsip keadilan dalam ekonomi syariah menuntut reformasi pajak yang lebih sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat. Salah satu usulan adalah menerapkan tarif progresif untuk PPN, di mana barang dan jasa yang menjadi kebutuhan pokok, seperti makanan, obat-obatan, dan pendidikan, dikenakan tarif yang rendah atau bahkan dibebaskan dari pajak. Sebaliknya, barang-barang mewah dan jasa premium dapat dikenakan tarif lebih tinggi. Dengan cara ini, beban pajak lebih proporsional dan tidak memberatkan masyarakat berpenghasilan rendah. Skema seperti ini juga sejalan dengan semangat syariah yang mengutamakan keseimbangan (mizan) dan melindungi kelompok rentan.

Dalam pandangan syariah, keuangan negara harus dikelola dengan amanah dan efisiensi. Prinsip ini menuntut pemerintah untuk memastikan bahwa setiap sumber pendapatan, termasuk pajak, digunakan untuk kepentingan masyarakat secara luas. Pengelolaan anggaran negara harus bebas dari pemborosan dan korupsi, sehingga masyarakat merasakan manfaat langsung dari pajak yang mereka bayarkan. Transparansi dalam penggunaan anggaran juga menjadi hal penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Belanja negara yang tidak produktif, seperti proyek-proyek yang kurang prioritas atau berpotensi merugikan, harus dihapuskan. Dengan efisiensi yang baik, kebutuhan fiskal negara dapat terpenuhi tanpa membebani masyarakat kecil.

Ekonomi syariah juga mendukung pendekatan kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Salah satu inovasi yang dapat diterapkan adalah penerbitan sukuk atau obligasi syariah untuk membiayai proyek strategis seperti pembangunan jalan, jembatan, atau fasilitas publik lainnya. Sukuk tidak hanya menawarkan instrumen keuangan yang halal, tetapi juga memberikan peluang kepada masyarakat untuk berkontribusi dalam pembangunan dengan imbal hasil yang adil. Selain itu, pemerintah dapat mendorong partisipasi sektor filantropi berbasis syariah, seperti wakaf korporasi, untuk membantu pembiayaan program sosial. Kolaborasi ini mencerminkan prinsip gotong royong dalam Islam, di mana pembangunan dilakukan bersama-sama tanpa mengorbankan salah satu pihak.

Dengan langkah-langkah ini, kebijakan fiskal yang berbasis ekonomi syariah dapat menciptakan keseimbangan antara kebutuhan pendapatan negara dan perlindungan terhadap kesejahteraan masyarakat. Prinsip keadilan, transparansi, dan kepedulian terhadap kelompok rentan menjadi landasan utama dalam menciptakan solusi yang berkelanjutan dan inklusif.

Kebijakan kenaikan PPN menjadi 12% pada 2025 berpotensi meningkatkan beban hidup masyarakat, terutama bagi kelas menengah ke bawah, yang dapat memperburuk ketimpangan ekonomi dan mengancam sektor usaha mikro dan kecil. Untuk mengatasinya, solusi berbasis ekonomi syariah seperti penguatan zakat, wakaf, dan infak dapat mengurangi ketergantungan pada pajak, sementara reformasi pajak progresif dan pengelolaan keuangan negara yang amanah dan efisien akan menciptakan keseimbangan antara kebutuhan fiskal negara dan perlindungan terhadap masyarakat rentan. Pendekatan ini diharapkan dapat menciptakan kebijakan fiskal yang lebih adil dan inklusif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun