Selain itu, RS-Rutilahu dalam Permensos No. 20 Tahun 2017 tentang Rehabilitasi Sosial Rutilahu dan Sarana Lingkungan juga menjadi bukti bahwa pemerintah sudah melangkahkan jejak yang lebih jauh untuk menangani isu ini. RS-Rutilahu merupakan salah satu kegiatan penanganan fakir miskin yang diselenggarakan Kementerian Sosial dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas tempat tinggal fakir miskin melalui perbaikan/rehabilitasi kondisi rumah tidak layak huni dengan prioritas atap, lantai, dan dinding serta fasilitas MCK. RS-Rutilahu beranggotakan paling sedikit 5 (lima) dan paling banyak 15 (lima belas) Kepala keluarga untuk satu kelompok masyarakat miskin yang tinggal berdekatan.
Lantas, Apakah Upaya-upaya itu Berlalu Tanpa Kendala Sama Sekali?
Dalam rangka mengentaskan masalah rutilahu, pemerintah Indonesia tampaknya menghadapi sebuah medan perang yang dipenuhi ranjau birokrasi dan tantangan lainnya. Dana yang seringkali lebih mirip dengan oasis di padang pasir menjadi kendala utama. Sementara itu, validasi data yang acap kali tidak lebih akurat dari ramalan cuaca membuat distribusi bantuan sering meleset sasaran. Partisipasi masyarakat, yang idealnya seharusnya menjadi pilar utama, tampaknya lebih sulit dipacu daripada menggerakkan kura-kura di garis finish maraton, mengingat rendahnya kesadaran atau kepercayaan terhadap efektivitas program yang diusung pemerintah.
Koordinasi antarlembaga yang seharusnya lancar bagai aliran sungai, kerap kali tersendat seperti kemacetan lalu lintas dan pada akhirnya memperlambat aliran bantuan. Belum lagi, pengawasan dan evaluasi yang kadang terasa lebih jarang dari fenomena gerhana, serta adanya risiko korupsi yang merajalela, sering mengganggu efektivitas dan efisiensi usaha penanganan rutilahu. Terakhir, labirin peraturan dan hambatan hukum yang melibatkan perizinan seringkali menghambat kecepatan pelaksanaan seakan-akan semua pihak sedang berlomba-lomba dalam kompetisi lambat. Jelas, untuk memenangkan pertarungan ini, dibutuhkan lebih dari sekadar retorika; diperlukan kerjasama lintas sektor yang solid dan tindakan nyata yang berkelanjutan.
Orkestra Penutup dari Pertunjukan "Benah-benah Rutilahu Indonesia"
Dengan berbagai tantangan yang dihadapi pemerintah dalam menangani masalah rutilahu, tampaknya perjalanan menuju penyelesaian masalah ini tidaklah mudah. Meskipun ada upaya serius dari pemerintah melalui berbagai kebijakan dan program, realitas di lapangan menunjukkan bahwa kendala-kendala yang kompleks masih menghambat proses pembenahan.
Dana yang terbatas, validasi data yang kurang akurat, partisipasi masyarakat yang rendah, hingga koordinasi antarlembaga yang masih belum optimal, semuanya menjadi ranjau yang menghambat langkah menuju solusi yang lebih baik. Ditambah dengan risiko korupsi dan hambatan hukum yang menjadi beban tambahan, perjuangan untuk mengatasi rutilahu tampak semakin berat.
Namun, seperti yang dikatakan Nelson Mandela, "Kita harus bekerja sama untuk memastikan distribusi kekayaan, peluang, dan kekuasaan yang adil dalam masyarakat kita." Upaya penyelesaian masalah rutilahu memerlukan kerja sama yang kuat antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Diperlukan juga komitmen yang kuat untuk menemukan solusi yang tepat dan berkelanjutan, bukannya selesai semata.
Sejauh ini, langkah-langkah pemerintah seperti program BSPS dan RS-Rutilahu telah menjadi langkah awal yang positif. Namun, untuk mencapai perubahan yang nyata, perlu adanya upaya yang lebih terkoordinasi, transparan, dan efektif. Hanya dengan kerja keras bersama, kita bisa mengubah realitas lapangan yang masih memprihatinkan menjadi sebuah masa depan yang lebih cerah bagi seluruh rakyat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H