Mohon tunggu...
Try Raharjo
Try Raharjo Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Orang Republik

Subscribe ya dan like channel YouTube punyaku youtube.com/c/indonesiabagus

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Halal Bihalal, Budaya Bangsa yang Cinta Damai

30 Mei 2022   22:45 Diperbarui: 31 Mei 2022   16:35 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis (kesatu kanan bawah) dan komunitas Goramas. | Dokpri 

Dengan demikian, halal bihalal tidak diragukan memiliki peran penting dalam merawat, serta memperkuat persatuan dan kesatuan seluruh elemen masyarakat kita.

Seperti dipublikasikan pada artikel berjudul "3 Makna Halal Bihalal" pada laman resmi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, meskipun istilah halal bihalal menggunakan bahasa Arab, kata halal bihalal tidak ditemukan dalam kamus Arab modern dan klasik. Halal bihalal adalah istilah untuk sebuah tradisi yang murni tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat kita, yang memiliki makna menguraikan kekusutan tali persaudaraan.

Istilah halal bihalal ini bahkan tidak bersumber dari Al-Qur'an dan Hadits. Halal bihalal dapat dikatakan sebagai ekspresi dan kreativitas khas masyarakat Indonesia.

Secara historis, seperti dilaporkan oleh Times Indonesia istilah halal bihalal muncul ketika KH Abdul Wahab Chasbullah yang saat itu adalah anggota Dewan Pertimbangan Agung pada tahun 1948 diminta pendapatnya oleh Bung Karno untuk dapat mengajak tokoh-tokoh bangsa yang saat itu sedang bersaing ketat karena membahas dasar negara, agar dapat duduk bersama memanfaatkan kesempatan di tengah suasana sejuk perayaan Idul Fitri.

Untuk diketahui, pada saat itu konstelasi dan persaingan politik di antara tokoh-tokoh bangsa dalam keadaan yang tidak kondusif, terdapat indikasi adanya keretakan di antara tokoh-tokoh politik pada masa itu, yang di antaranya dapat menimbulkan kerawanan terjadinya konflik.

Pada saat itu ada kelompok yang masih menganggap bahwa Indonesia harus menjadi sebuah negara agama yang berplatform agama Islam. Hal tersebut ditentang oleh kalangan non muslim dan kalangan nasionalis yang bagaimana pun juga turut berperan serta dalam perjuangan kemerdekaan.

KH Abdul Wahab Chasbullah akhirnya menemukan istilah halalbihalal dan menyampaikannya kepada Bung Karno sebagai bentuk pertemuan silaturahim yang dimaksudkan untuk dapat merangkul seluruh elemen bangsa.


“Begini, para elit politik tidak mau bersatu, itu karena mereka saling menyalahkan. Saling menyalahkan itu, kan dosa. Dosa itu haram. Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus dihalalkan. Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan. Sehingga silaturrahmi nanti kita pakai istilah ‘halal bi halal’,” jelas KH. Abdul Wahab Chasbullah (Baca: Biografi KH Abdul Wahab Chasbullah)

Akhirnya, atas saran dari KH Abdul Wahab Chasbullah, Bung Karno berhasil mengundang tokoh-tokoh politik ke Istana Negara untuk acara pertemuan yang disebutnya dengan halal bihalal.

Para tokoh bangsa ketika itu dapat duduk bersama, bersilaturahim sambil berbincang berbagai hal, serta menyatukan persepsi dalam upaya memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.

Keberhasilan halal bihalal dalam menghadirkan tokoh-tokoh bangsa yang berbeda prinsip dan dari berbagai latar belakang pada masa itu, menjadi inspirasi di berbagai instansi dan lembaga pada masa pemerintahan Bung Karno untuk menyelenggarakan kegiatan serupa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun