Seperti kita ketahui, didukung oleh kemajuan teknologi dan proses akselerasi pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada periode 2015-2019, penggunaan alat komunikasi telepon genggam pada masa kini sudah menjangkau di hampir seluruh lapisan masyarakat. Tidak hanya untuk kepentingan bisnis, penggunaan alat komunikasi dibutuhkan oleh masyarakat untuk juga memenuhi kebutuhan bersosialisasi.
Namun hingga saat ini masih banyak diantara warga masyarakat kita, bahkan termasuk orang-orang berpendidikan tinggi, menggunakan ruang bersosialisasi pada media sosial (medsos) bukan untuk bersosialisasi tapi malah untuk memperoleh informasi dari sesama pengguna medsos yang tidak memiliki kapasitas sesuai bidangnya. Dan ternyata banyak diantara kita yang sudah merasa cukup dengan informasi apapun yang dibagikan di group medsos.
Jadi secara umum kita belum sampai pada tingkat kebutuhan memperoleh informasi dari sumber-sumber berita yang terverifikasi. Akibatnya, banyak terjadi kegaduhan di masyarakat sebagai dampak dari informasi yang disebarkan di media sosial oleh orang yang tidak memiliki kapasitas di bidangnya.
3. Lemahnya pemahaman ideologi bangsa
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Sensus Penduduk 2010 menyebut ada 1.331 kelompok suku di Indonesia. Kategori itu merupakan kode untuk nama suku, nama lain/alias suatu suku, nama subsuku, bahkan nama sub dari subsuku.
Sementara untuk jumlah bahasa di Indonesia, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Badan Bahasa telah memetakan dan memverifikasi sebanyak 652 bahasa daerah yang berbeda. Jumlah ini diperoleh dari proses verifikasi sejak 1991-2017. Namun, demikian jumlah ini bisa terus berubah seiring berjalannya waktu.
Keadaan ini sudah sangat disadari oleh para pendiri negara kita sejak dulu, hingga kemudian disepakati bahwa Pancasila adalah falsafah bangsa yang merupakan jatidiri bangsa Indonesia.
Banyak penelitian menyebutkan bahwa pemahaman mengenai arti pentingnya nilai-nilai Pancasila di masyarakat kita masih belum sesuai dengan harapan. Hal ini sangat berisiko memberi peluang masuknya pengaruh ideologi asing yang dapat sewaktu-waktu menggerus dan menggeser Pancasila. Jika dibiarkan, sudah tentu dapat melemahkan pondasi tatanan hidup berbangsa dan bernegara kita.
Menghadapi tantangan-tantangan tersebut di atas, kita tidak bisa hanya menyerahkan tanggung jawab kepada pemerintah saja. Setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk dapat berperan serta sesuai dengan kemampuan dan kapasitas kita masing-masing.
Menjaga iman dan takwa kita, menjalankan ibadah sesuai ajaran agama masing-masing, menjaga kepedulian terhadap sesama, memperkuat semangat berbagi, saling menghargai dan menjaga kerukunan lintas iman / kerukunan diantara sesama pemeluk agama, mengedepankan musyawarah, dan mewujudkan keadilan sosial, dst. adalah nilai-nilai luhur yang dijunjung bangsa Indonesia, yang terwujud dalam bentuk kearifan-kearifan lokal di tengah masyarakat kita sejak dulu, dan menjadi falsafah bangsa Indonesia yaitu Pancasila.