Puncak peringatan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia sudah di depan mata. Menteri Sekretaris Negara RI Pratikno sudah mengeluarkan surat edaran kepada masyarakat untuk memasang dan mengibarkan bendera merah putih secara serentak di seluruh Indonesia mulai tanggal 1-31 Agustus 2020. Apakah anda sudah mengibarkan bendera merah putih?
Saya kira sudah waktunya kita kembali berbicara tentang makna dari kemerdekaan yang kita dapatkan hingga hari ini.
Pembaca yang budiman,
Indonesia terbentuk dari rasa senasib dan sepenanggungan seluruh rakyat Indonesia, untuk meningkatkan derajat kemanusiaan dari belenggu penjajahan.
Perjuangan memperoleh kemerdekaan itu bukan dilakukan oleh kelompok perseorangan atau golongan, tapi merupakan sebuah perjuangan yang melibatkan seluruh rakyat Indonesia.
Semangat persatuan dan kesatuan itu menjiwai seluruh perjuangan bangsa, yang menyingkirkan egoisme kelompok dan menyingkirkan kepentingan pribadi serta golongan.
Persatuan dan kesatuan seluruh komponen yang ada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi jiwa penggerak bagi terbentuknya negara Indonesia dan terhadap keberadaan Indonesia hingga hari ini dan untuk masa depan.
Harus diakui bahwa semangat untuk meraih kemerdekaan itu juga didorong oleh kesadaran religius untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara berdaulat. Namun demikian para perintis kemerdekaan di Indonesia menyadari makna dari negara berdaulat yang adil, makmur dan mampu melindungi serta menghargai nilai-nilai kemanusiaan seluruh warga negara, dengan tidak membeda-bedakan warga negara atas dasar perbedaan agama / kepercayaan, dan sukubangsa yang dimiliki.
Semangat kebangsaan itu sangat disadari oleh para tokoh bangsa diantaranya adalah KH Hasyim Asy'ari (1871- 1941) yang mencetuskan pernyataan hubbul wathon minal iman (cinta tanah air adalah sebagian dari iman) pada tahun 1915, tiga puluh tahun sebelum akhirnya Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Beberapa diantara kita mungkin ada yang menilai bahwa pernyataan hubbul wathon minal iman itu sekadar pernyataan normatif yang biasa saja, mudah dan bisa diucapkan oleh banyak orang. Tapi perlu diingat bahwa pada masa itu (1915) bentuk pemerintahan khilafah yaitu Turki Utsmani (Ottoman) yang merupakan sebuah otoritas Islam paling berpengaruh dan disegani masih berdiri, sementara Indonesia pun masih dibayangi oleh kekuatan kolonialisme.
Untuk KH Hasyim Asy'ari dengan kapasitas dan kredibilitas yang dimilikinya sebagai seorang ulama, pernyataannya pada masa itu (1915) memiliki tanggungjawab yang berat terhadap umat.