Bila kita amati hingga dikala ini, bisa jadi dapat dikatakan kebijakan ini belum efisien sebab nilai ubah rupiah nyaris memegang Rp 12. 000 per 1 U. S. Dollar. Tetapi Friedman pada 1968 melaporkan kalau kebijakan moneter pengaruhi variabel ekonomi memakan waktu panjang( Long- Run) serta memiliki lag.
Sejarah meyakinkan, BI tetap memakai suku bunga besar buat meredakan panasnya ekonomi Indonesia.
Apa yang hendak terjalin? Pengalaman menampilkan, kebijakan suku bunga besar hendak bawa Indonesia ke lembah krisis. Tahun 1997/ 1998 BI mempraktikkan kebijakan suku bunga besar sampai money market hingga dengan 70% buat meredam inflasi. Efeknya kurang mendesak perkembangan ekonomi serta malah terjalin kontraksi yang kilat serta besar. Akibat yang berat dari kebijakan tersebut yakni banyak dunia usaha yang kelojotan---kredit jadi puso atawa macet.Â
Nilai ubah rupiah menyala hingga dengan di atas Rp15. 000 per US$1. Bank- bank terperosok dengan kelojotan likuiditas yang kering. Kesimpulannya bank- bank masuk perawatan serta tidak sedikit yang jadi gulung tikar. Pemerintah Indonesia juga mem- bailout bank- bank hingga dengan Rp650 triliun.
Tingkatan Suku Bunga SBI mempengaruhi secara nyata( signifikan) terhadap Perkembangan Ekonomi. Perihal ini diakibatkan sebab turunnya Tingkatan suku bunga SBI yang hendak merendahkan tingkatan efek usaha serta tingkatkan jumlah kredit sehingga zona riil hendak bertambah sehingga perkembangan ekonomi pula hendak bertambah.
Bank Sentral membuat kebijakaan moneter supaya melindungi tingkatan suku bunga yang membolehkan terbentuknya kenaikan jumlah kredit perbankan buat dikucurkan.
Pemerintah membuat kebijakan dengan Penerapan RPJPN/ RPJMN/ RKP yang terpaut dengan bermacam kebijakan pada biasanya serta kebijakan moneter serta ekonomi pada spesialnya yang hendak mempengaruhi pada hawa usaha serta tingkatan efek usaha, yang diharapkan bisa memacu perkembangan ekonomi.
Dengan bertujuan penyeimbang baru ke depan tidak hendak memakan korban bank karena transmisi krisis senantiasa bermula dari bank. Bila bank baik- baik saja, krisis hendak tiba ke mari cumalah hembusan angin semata.
Tetapi, siapa yang dapat membenarkan hendak terdapat krisis ataupun tidak hendak terdapat krisis? Yang tentu tetaplah berjaga- jaga dengan cadangan likuiditas yang mencukupi sebab kita tengah merambah rezim suku bunga besar kembali dengan siklus lebih pendek. Sekali lagi proses serta transmisi dari kebijakan moneter senantiasa memakan waktu panjang serta memiliki lag.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H