Korupsi menjadi salah satu masalah yang banyak dihadapi pemerintah di berbagai negara. Hal ini juga seringkali menjadi faktor penghambat sebuah negara untuk bisa maju dari keterpurukan. Bahkan pelaku korupsi tidak segan mengkambing hitamkan orang lain demi melindungi dan menutupi praktek korupsi yang dilakukannya.
Seperti yang dialami oleh Samudji Hendrik S.B salah seorang pegawai Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) yang menangani pengadaan barang dan jasa untuk negara mengaku menjadi korban kambing hitam sejumlah oknum pejabat yang berada di Bawaslu bekerjasama dengan oknum Pemprov Jatim.
Tidak tanggung-tanggung, nilai yang digelapkan dari anggaran dana hibah APBD Pemprov Jatim TA. 2013 sebesar Rp 142.253.329.000 yang diduga untuk memperkaya diri sendiri.
Akibatnya, Hendrik harus diganjar mendekam di lembaga pemasyarakatan (Lapas) Sidoarjo dengan tuntutan 2 tahun 8 bulan, dan saat ini dia sudah menjalani masa tahanan selama 1 tahun 3 bulan.
Hendrik terpaksa "menyanyi" lantaran kesal dari sejumlah orang yang terlibat, hanya dirinya yang harus mendekam di hotel Prodeo, sedangkan sejumlah pejabat komisioner Bawaslu yang dianggap paling bertanggung jawab dengan kasus korupsi dana hibah APBD Pemprov Jatim senilai milyaran rupiah tersebut justru dilepas tanpa tuntutan sama sekali.
"Komisioner yang jelas-jelas saat dana dikucurkan memainkan trik korupsi justru divonis bebas, ini aneh bagi saya. Dan saya dapat informasi kalau mereka (Komisioner) mendapat bantuan dari pejabat Pemprov Jatim untuk dibantu agar bebas dari jeratan hukum." cerita Hendrik dengan nada kesal saat ditemui di Lapas Sidoarjo, Selasa (18/9/2018).
Hendrik berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersedia menemui dirinya di Lapas Sidoarjo dan melakukan investigasi terkait kasus korupsi dana hibah ini agar pejabat Bawaslu dan Pemprov Jatim yang terlibat dapat segera ditangkap dan diadili.
Terkait dugaan penyelewengan dana hibah tersebut, Hendrik mengaku dirinya paling keras menentang sehingga beberapa kali dirinya mendapat perlakuan tidak mengenakkan dari sejumlah pejabat Bawaslu dan Pemprov Jatim yang saat itu merasa terpojokan.
"Saya sempat dituduh sebagai otak di balik surat kaleng yang diarahkan ke Polda Jatim atas nama Sekar Melati" akunya.
Surat kaleng yang dimaksud berisikan tentang adanya penyelewengan dana hibah senilai Rp. 142 miliyar.
Hendrik mengaku mengetahui adanya penyelewengan yang dilakukan oleh sejumlah pejabat Bawaslu dan Pemprov Jatim karena saat itu dirinya menjabat sebagai salah satu pejabat yang ikut menandatangani surat pencairan dana hibah.
Saat ini dia berharap agar Gubernur Jatim Soekarwo memperhatikan nasibnya yang menjadi korban kambing hitam sejumlah oknum yang tidak bertanggung jawab, bahkan jika diperlukan dirinya siap menjadi saksi untuk membantu Soekarwo.
"Saya hanya berharap Pak Dhe Karwo mau membuka matanya terhadap diri saya ini, dan saya terbuka kok mas untuk membantu sampean (Soekarwo) mengungkap kebenaran kasus ini" ujar pria yang saat ini sedang merindukan kampung halamannya di Blitar. (Oscar)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H