Besarnya sumberdaya anggaran yang diarahkan untuk pengendalian kebakaran diperlukan sinergisitas antara berbagai pihak dengan melihat prioritas dan persoalan kebakaran yang terjadi. Tentunya dengan dukungan perencanaan yang baik sistematis dan terukur, agar intervensi pengendalian kebakaran hutan dan lahan khususnya gambut dapat diselesaikan secara efektif dan efisien.
Pada situasi lainnya, peran masyarakat sebagai subjek dan objek restorasi mesti terlibat secara penuh untuk memastikan keberhasilan program restorasi yang dilakukan khususnya pada wilayah budidaya non izin (lahan masyarakat).Â
Dapat dikatakan berhasil manakala, warga/masyarakat mampu berperan dan berpartisipasi dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan serta adanya ruang fasilitas yang disiapkan untuk berkomunikasi, koordinasi secara memadai.
Hal itu untuk meningkatkan kualitas perencanaan dan pelaksanaan program guna mencapai target yang diharapkan. Problem perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan program restorasi ditenggari menjadi problem dalam  yang memicu implementasi program restorasi khususnya di wilayah area gambut no izin belum efektif.Â
Diindikasikan, keterlibatan masyarakat dalam perencanaan program belum maksimal. Masyarakat hanya terlibat dalam pelaksanaan program sebagai pelaksana dari program yang telah dirancang oleh pihak-pihak yang menjadi pelaksana utama restorasi seperti BRG, Pemerintah daerah (TRGD), CSO yang bekerja langsung dalam kegiatan restorasi.
Tingkat pengawasan atas implementasi pelaksanaan program juga belum optimal. Pengawasan yang hanya mengandalkan pengawasan resmi pemerintah tidak mampu menjangkau pada tingkat dampak yang dihasilkan dan dirasakan oleh masyarakat.Â
Indikasi partisipasi masyarakat yang minim juga disebabkan oleh belum adanya sistem yang mampu memudahkan masyarakat dalam pengawasan. Masyarakat justru merasa  program restorasi berdampak negative terhadap keberlanjutan usaha ekonomi khususnya yang berbasis lahan.Â
Dorongan sistem yang memberikan ruang partisipasi pengawasan pelaksanaan program menjadi penting, salah satunya adalah bagaimana masyarakat dapat mengukur hasil kinerja program tersebut dengan cara-cara yang baik.
Target restorasi yang cukup dominan adalah pada wilayah konsesi perizinan baik perkebunan maupun hutan tanaman. Merujuk perta indikatif restorasi setelah perubahan adanya lebih dari 1,7 juta hektar target restorasi yang dalam pelaksanaanya dilakukan oleh pemilik konsesi itu sendiri.Â
Situasinya adalah masyarakat sulit untuk mendapatkan informasi terhadap pemegang izin terhadap apa yang sudah dilakukan.Â
Sehingga pengawasan hanya dilakukan pada tataran identifikasi kawasan terbakar diwilayah konsesi. Untuk itu perlu mendorong adanya ruang agar transformasi pengetahuan serta publikasi informasi dan membangun kolaborasi bersama antar pihak (Pemerintah, Swasta dan Komunitas) dalam pengawasan implementasi program restorasi dikawasan yang tidak berizin, sampai kepada penegakan hukum bagi yang melanggar***