Sebagai kontirbusi pemerintah daerah dalam upaya restorasi gambut juga membentuk Tim Restorasi Gambut Daerah (TRGD), namun sejauh ini praktek pelaksanaan restorasi gambut di daerah dalam bentuk penugasan dari pemerintah pusat malalui Kementrian LHK.
Upaya yang sistematis dan masif, restorasi gambut sejauh ini berkontrisbusi terhadap penurunan angka kebakaran hutan dan lahan. Bahkan Kepala BRG Nazir Fuad, Â mengklaim program restorasi yang dikerjakan oleh BRG mampu berkontribsu signifikan terhadap penurunan angka kebakaran khususnya lahan gambut di Indonesia (Baca: tirto, 29 januari 2019).Â
Kondisi tersebut sulit ditampik, karena kejadian kebakaran hutan dan lahan di Indoensia tiga tahun terakhir terjadi penurunan yang sangat signifikan, setalah kebakaran yang terjadi pada tahun 2015 silam yang memberikan dampak kerugian materil dan non materil yang luar biasa. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa upaya pengendalian kebakaran juga tidak hanya berasal dari program restorasi gambut, upaya massif pengendalian yang dilakukan oleh berbagai pihak juga berperan penting terhadap penurunan.
Di Provinsi Riau misalnya, paska 2015, anggaran yang digelontorkan dalam upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan juga semakin meningkat. Baik yang berasal dari anggaran daerah provinsi Riau maupun kabupaten Kota di provinsi Riau. Fitra Riau mencatat, alokasi anggaran untuk pengendalian karhutla mengalami peningkatan yang signifikan di Provinsi dan 7 Kabupaten/kota yang rawan kebakaran hutan dan lahan. (lihat grafik).
Selain keberhasilan restorasi, fakta lainnya menyebutkan bahwa pada tahun 2018, juga masih terjadi kebakaran hutan dan lahan meskipun tidak semasif yang terjadi tahun sebelumnya (2015).Â
Bahkan, kondisi kejadian kebakaran hutan dan lahan juga terjadi dilahan gambut, yang menjadi target prioritas restorasi gambut maupun diwilayah konsesi perusahaan yang tersebar di tujuh provinsi wilayah target restorasi.Â
Dari informasi tersebut, menunjukkan bahwa temuan titik panas pada wilayah prioritas restorasi dan  moratorium sepanjang agustus 2018 sebanyak 53% dibanding wilayah yang bukan prioritas dan non moratorium gambut (sumber: Laporan Pantau gambut, 2018).Â
Kondisi ini mengambarkan bahwa belum semua target restorasi mampu dicegah secara baik untuk tidak terjadi kebakaran, meskipun masih perlu didalami apakah wilayah yang ditemukan hotspot atau firespot berada pada wilayah yang telah dijalankan program restorasi atau daerah yang menjadi lokasi target namun belum terlaksana program restorasi.
Besarnya sumberdaya (anggaran) yang diarahkan untuk pengendalian kebakaran hutan dan lahan dari berbagai sumber perlu diarahkan untuk pencapaian target pengendalaian karhutla salah satunya dengan skema restorasi gambut. Hal itu diperlukan karena dominasi kejadian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia adalah berada dikawasan gambut.Â