Tahun 2019 merupakan tahun ketiga implementasi program restorasi gambut secara massif setelah dibentuknya badan khusus restorasi gambut (Badan Restorasi Gambut) melalui Perpres nomor 1 tahun 2016.Â
BRG diberikan mandate untuk menjalankan program restorasi gambut, baik dikawasan budidaya berizin maupun kawasan budidaya non izin dan kawasan lindung. Restorasi gambut menjadi strategi pemerintah dalam upaya mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan gambut di Indonesia.Â
Beragam setrategi direncanakan, termasuk menetapkan areal target/prioritas restorasi, dengan tujuan agar tidak terjadi kebakaran hutan dan lahan khususnya kawasan gambut di Indonesia.Â
BRG telah menetapkan peta indikatif restorasi gambut, berdasarkan keputusan Kepala BRG No. SK.05/BRG/Kpts/2016 target restorasi gambut seluas 2,49 juta hektar dimana 1,4 juta hektar diantaranya berada pada areal budidaya berizin, baik izin usaha perkebunan maupun hutan tanaman, seluas 684.638 hektar berada pada kawasan lindung, dan 396.943 hektar pada kawasan budidaya lainnya.Â
Bahkan tahun 2018, BRG kembali mengeluarkan Keputusan Kepala BRG perubahan Peta Indikatif Restorasi dalam keputusan Kepala Badan Restorasi gambut, nomor SK.18/BRG/KPTS/2018, tentang perubahan Peta Indikatif Restorasi Gambut, telah ditetapkan target restorasi gambut seluas 2,6 juta hektar yang tesebar di 7 provinsi. Target areal restorasi tersebut berada kawasan lindung (491.791 ha), kawasan budidaya perizinan (1,784.353 ha) kawasan budidaya tidak berizin (400.457 ha).
Tiga strategi dan pendekatan yang digunakan dengan melakukan restorasi Gambut yaitu Rewetting, Revegetation, dan Revitalization. Tiga pendekatan tersebut, menjadi cara yang paling tepat untuk melakukan pemulihan terhadap lahan dan hutan gambut yang terdegradasi. Rewetting sebagai bentuk pemulihan lahan gambut melalui pembasahan kembali dengan cara pembangunan sekat kanal, pembangunan sumur bor.Â
Revegetation adalah penanaman kembali melalui persemaian, penanaman, hingga regerenasi alami. Revitalization adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pertanian, perikanan hingga ekowisata.Â
Tiga konsep ini pula yang dilakukan secara langsung oleh BRG untuk wilayah target restorasi yang tidak berizin. Sementara untuk wilayah konsesi, pemulihan atas gambut yang tergedradasi menjadi tangungjawab penguasa lahan (koorporasi) yang dilakukan atas supervise dan asistensi oleh pemerintah baik oleh BRG maupun Kementrian LHK.
Untuk mencapai target restorasi yang ditetapkan, BRG membangun kerjasama dengan berbagai pihak, swasta, masyarakat, pemerintah daerah dan organisasi masyarakat sipil ditingkat lokal dan nasional. Begitu juga pendanaanya, selain menggunakan APBN dan APBD program restorasi juga dilakukan dengan kerjasama pendanaan dari luar negeri, yang secara langsung dikerjakan oleh organisasi masyarkaat sipil.Â
Di Provinsi Riau, misalnya, terdapat skenario pelaksanaan program restorasi gambut yang beragam. Mulai dari pelaksanaan program yang langsung dikerjakan oleh BRG dengan bekerjasama masyarakat lokal pada areal desa yang disebut Desa Peduli Gambut (DPG), juga terdapat program restorasi yang dikerjakan oleh kelompok masyarakat sipil.Â