Di dalam kamar bambu.
Sekali lagi ku nikmati secangkir kopi bayanganku.
Entah apapun rasanya.
Aku coba merasakannya.
Semacam teman malam.
Tapi dia hanya diam.
Semacam kawan lama.
Tapi dia tak banyak kata.
Seperti kepompong dan kupu-kupu.
Mungkin semacam itu persahabatanku dengan secangkir kopi bayanganku.
Aku pernah merasakan bagaimana pahit rasanya.
Aku juga pernah menikmati gula di bawah hitam pekat warna.
Haaiii.....
Aku belum mati rasa.
Aku masih waras untuk membedakannya.
Aku belum mati rasa.
Aku masih hidup dan menikmati secangkir kopi bayangan yang ada.
Mungkin kau mengira aku gila.
Berbicara dengan secangkir kopi bayangan yang hanya diam saja.
Mungkin kau mengira aku gila.
Mungkin aku hanya dalam fase di atas normal saja.
Sudahlah.
Jangan terlalu memikirkan aku.
Aku menikmati secangkir kopi bayangan di dalam kamar bambuku.
Biarkan aku menikmati secangkir kopi bayanganku untuk sementara.
Sebab dalam gelap secangkir kopi bayanganku tak beda rasa.
Sebab dalam terang secangkir kopi bayanganku masih sama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H