Mohon tunggu...
trina putri andini
trina putri andini Mohon Tunggu... -

Bukan kehidupan jika tidak ada proses. Bukan proses jika tidak adanya perubahan. Tetap semangat dan katakan "Aku Bisa". kuncinya berDo`a, memohon dan berusaha yang terbaik. :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jilbabku Wujud Cinta Kasih Allah

6 Mei 2013   12:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:01 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Disuatu kota hiduplah sebuah keluargakecil yang terdiri dari bapak, ibu dan satu anak tunggalnya perempuan(Jannah). Bapak adalah seorang wiraswasta, ibu seorang penjahit dan Jannah seorang mahasiswi. Mereka adalah keluarga yang humoris, saling menyayangi dan mereka juga salah satu keluarga yang berakhlak baik. Bapak termasuk salah satu imam di masjid dekat rumah dan ibu juga mengajar anak-anak kecil sekitar lingkungan sehabis maghrib di rumahnya. Jannah juga termasuk mahasiswi yang pintar di kelas bahkan jurusannya. Hanya saja Jannah yang cantik dan menarik itu kurang pemahaman tentang agama. Jannah memang bukan seorang anak yang pembangkang, tetapi ia hanya belum sepenuhnya terbuka pintu hatinya. Ketika Jannah sedang asik membaca, ibu menghampiri Jannah lalu terjadilah percakapan antara ibu dan Jannah.

“Ka, lagi apa? Sudah shalat belum?” ibu duduk sambil merangkul Jannah.

“Sudah bu. Lagi baca buku aja nih.” Jannah tetap membaca bukunya.

“Ka, ibu mau tanya sama kamu?”

“Ibu mau tanya apa?”

“Kamu belum siap memakai jilbab atau memang tak ingin?”

“Aku ingin bu, tapi.... hatiku belum terbuka untuk itu” Jannah pun seketika berhenti membaca.

“Ya sudah, tak apa. Lanjutin bacanya, ibu mau ke dapur dulu ya” nada lembut dan senyuman ibu lalu pergi ke dapur.

Bapak dan ibu memang ingin Jannah untuk memakai jilbab dikarenakan Jannah adalah anak satu-satunya agar jika suatu saat nanti bapak dan ibu sudah tidak ada, Jannah bisa menjadi amalan buat mereka di akhirat.

Keesokan harinya Jannah berangkat kuliah.Disaat Jannah sedang berjalan bersama teman-teman kampusnya, Jannah merasa kepalanya sakit. Entah kenapa Jannah bisa merasa sakit kepala seperti itu, dan sangat terlihat sakit yang dirasakan Jannah lebih sakit dari sakit kepala biasa. Salah satu temannya lalu menghubungi ibu Jannah. Karena Jannah terlihat sangat kesakitan, akhirnya ia dibawa ke Rumah Sakit. Sesampainya di Rumah Sakit, Jannah lalu dibawa ke ruang ICU. Tak lama kemudian bapak dan ibu Jannah sampai di Rumah Sakit dengan wajah sangat khawatir.

Setelah beberapa lama dokter keluar dari ruang ICU, dokter mengungkapkan bahwa Jannah mengidap penyakit Secondary brain cancer atau yang sering disebut kanker otak. Bapak, ibu dan teman Jannah pun kanget mendengar pernyataan dari dokter itu.

Secondary brain cancer atau yang sering disebut kanker otak diakibatkan oleh pertumbuhan sel kanker di jaringan lain yang menyebar hingga ke otak. Jenis kanker yang paling banyak menyebar hingga ke otak antara lain kanker payudara, kanker usus, kanker ginjal, kanker paru dan kanker kulit.

Dapat diobati dengan kemoterapi tetapi itu bukan untuk menghilangkan, hanya untuk menghilangkan rasa sakit saja.Kemoterapi dapat berakibat mual muntah. Kerontokan rambut juga sulit dihindari karena obat-obatan tersebut tidak spesifik, hanya membunuh sel-sel yang pertumbuhannya relatif cepat antara lain sel kanker dan sel rambut.

Dokter menyarankan agar Jannah melakukan kemoterapi dan dirawat dirumah sakit. Selama dirumah sakit Jannah ditunggu oleh sang ibu dan bapak selalu melihat perkembangan Jannah walau bapak bolak-balik rumah-rumah sakit. Memang benar, ternyata efek samping dari kemoterapi membuat rambut Jannah rontok hingga hanya dengan memegang tetapi rambut Jannah rontok sangat banyak.

Apa yang dialami Jannah sekarang membuat Jannah sangat terpukul dan membuat Jannah intropeksi diri apa kesalahannya hingga Allah memberikan penyakit seperti itu padanya. Setelah Jannah ingat-ingat, Jannah berfikir mungkin karena keinginan ibu agar Jannah memakai jilbab lalu Allah memberikan penyakit ini untuk Jannah sebagai perantara. Sambil intropeksi Jannah pun bernazar.

“Ya Allah, jikalau aku masih diberi kesempatan untuk berubah, memperbaiki hidup dan diriku. Ijinkan aku untuk berjilbab, bukan hanya menjilbabkakan rambutku tetapi juga hatiku. Dan nazarku ini aku lakukan karna Engkau, bapak dan ibu. Sungguh, Engkau Maha Mengetahui Isi Hati.” Nazar diungkapkan dengan rasa haru dan romantis pada Allah oleh Jannah.

Dari saat Jannah bernazar, ia mengungkapkan keinginannya untuk berjilbab kepada sang ibu. Terjadi percakapan.

“Bu....” Jannah memanggil ibu dengan lembut.

“Iya sayang, kenapa?” Ibu pun menghampiri Jannah.

“Aku ingin berjilbab bu”

Sejenak ibu terdiam. “Ibu senang mendengarnya, ibu masih ada jilbab di tas. Sebentar, ibu ambilkan.” Ibu lalu mengambilkan jilbab yang belum terpakai di tas.

Kebetulan, disitu juga ada bapak. Bapak pun senang dengan pernyataan Jannah.

Semenjak itu Jannah memakai jilbab, melakukan shalat baik shalat wajib maupun sunah dan setiap bapak datang menjenguk Jannah selalu meminta bapak untuk bercerita tentang apa saja yang berkaitan dengan jilbab.

Dari hari ke hari Jannah memperlihatkan perkembangan yang baik dan Jannah diperbolehkan pulang oleh dokter. Beberapa hari sesudah Jannah pulang dari Rumah Sakit, Jannah mulai masuk kuliah kembali dengan rasa yang teramat bahagia, Jannah mencium bapak dan ibunya dan mengucapkan terima kasih atas semua yang telah orang tuanya berikan. Sesampainya di kampus teman-temannya menyambut kedatangan Jannah dengan suka cita karena melihat Jannah yang sudah berjilbab dan terlihat Jannah semakin anggun, jelas terlihat juga aura Jannah seperti perempuan shalehah.

Semua orang bahagia dengan perubahan Jannah yang semakin lebih baik.

Catatan :
Apakah kita harus menunggu Allah memberi perantara yang berbentuk penyakit yang cukup serius agar kita memakai jilbab?

Perantara Allah itu dapat berupa apa saja, termasuk penyakit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun