Karena berhubungan dengan nilai maka aksiologi berhubungan dengan baik dan buruk, berhubungan dengan layak atau pantas, tidak layak atau tidak pantas.Â
Ketika para ilmuwan dulu ingin membentuk satu jenis ilmu pengetahuan maka sebenarnya dia harus atau telah melakukan uji aksiologis. Contohnya apa gunanya ilmu Manajemen Pendidikan Islam yaitu kajian-kajian aksiologi yang membahas itu.Â
Jadi pada intinya kajian aksiologi itu membahas tentang layak atau tidaknya sebuah ilmu pengetahuan, pantas atau tidaknya ilmu pengetahuan itu dikembangkan. Kemudian aksiologi ini juga yang melakukan pengereman jika ada ilmu pengetahuan tertentu yang memang tingkat perkembangannya begitu cepat, sehingga pada akhirnya nanti akan mendehumanisasi atau membuang nilai-nilai yang dipegang kuat oleh umat manusia.
Para ilmuwan barat berpandangan bahwa pemikiran keilmuan dalam bidang apapun harus bersifat bebas nilai (free value) karena ilmu pengetahuan disandarkan pada nilai-nilai tertentu akan mengandung bias dan bersifat tidak netral.Â
Di sisi lain, sebagian dari ilmuwan barat terutama kaum pragmatisme dan penganut filsafat etika mengatakan bahwa setiap rumusan baru dalam ilmu pengetahuan akan diakui kebenarannya ketika ilmu tersebut bersifat pragmatis atau bernilai guna bagi kehidupan sosial.
Berpijak pada landasan aksiologi, suatu pernyataan ilmiah dapat dianggap benar bila pernyataan ilmiah tersebut mengandung unsur aksiologi di dalamnya yaitu adanya nilai manfaat bagi kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan memiliki ruh yang menginginkan adanya nilai manfaat dari ilmu pengetahuan tersebut, sehingga pengamalan terhadap ilmu tersebut juga harus berlandas pada tata nilai yang ada di masyarakat.Â
Menghilangkan unsur aksiologis dari ilmu pengetahuan berarti telah memperlemah posisi dari ilmu tersebut dari sudut pandang filsafat ilmu pengetahuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H