Mohon tunggu...
Tri Mulyani
Tri Mulyani Mohon Tunggu... -

mahasiswa UNNES jurusan bahasa dan sastra Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sepenggal Kisah di Sudut Semarang

6 September 2014   16:49 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:27 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih sangat melekat kenangan singkat di hari itu. Pagiketika sangsurya malu-malu menyapa,aku telah bersiap bergegas pergi.Diantar bersama embun pagi yang menyelinap diam-diam menghilang ,kulalui kota rantauku ini. Menerjang ramainya lalu lalang kendaraan,membelah suasana pagi danmenyusuri kota yang berjuluk kota lumpia. Sampailah aku di sebuah bangunan tinggi menjulang diantara bangunan-bangunan pencakar langit lainnya. Kulangkahkan kaki perlahan – perlahan menuju tempat yang kutuju. Sebuah lorong berbingkai kaca berjalan pelan mengantarkanku. Sebuah ruang tersekat dinding menyambut sejenak setelah aku keluar dari lorong kaca itu. Pertama kali kumasuki ruangan itu, tatapan mata-mata yang tajam menyambutku. Pertama kali bertatap muka dengan wajah – wajah asing yang tak pernah ku lihat sebelumnya dalam hidupku. Langsung kutuju bangku depan dan sesegara mungkin aku mendudukinya. Saat aku terduduk termenung di bangku mengkilap paling depan, Nampakseorang wajah yang ku kenal sebelumnya masuk perlahan menuju ruang yang sama. Kupandang dia dengan penuh perhatian. Kuamati setiap lekuk wajahnya, wajah yang tak asing bagiku. Ya, ternyata benar dialah orangnya. Karibku yang telah lama tak jumpa. Namanya yang sederhanatentu teringat betul di memori ingatan ini. Seketika aku sepertikembali ke masa dimana aku dulu bersamanya, merangkai cerita masa sekolah yang tentunya tak akan terlupa olehku. Sebuah jabat tangan hangat menyambut kami berdua. Takdirlah yang telah menentukan aku bertemu dirinya dan mereka yang tak ku kenal sebelumnya. Ya, takdir kataku. Inilah cara Tuhan mempertemukan kembali jalinan persahabatan yang telah cukup lama terputus karena jauhnya jarak di antara kami. Ruangan segi empat berbatas dinding-dinding dingin diantara bangunan megah nan tinggi menjadi saksi pertemuan kami.

Aku yang masih terheran-heran dengan kejadian pagi itu, memulai kisah bersama kawan baru dari belahan tempat lain. Datang ke kota Semarang dengan berbagai latar belakang dan perbedaan. Namun merekalah rupa penuh aroma semangat yang dibawa dari kota asal mereka. Semangat mencari hal baru, merangkai cerita baru yang akan menjadi penggalandari kepingan hidupku yang utuh. Suasana dingin yang menyeruak memenuhi ruangan terkalahkan oleh semangat yang membara.Simpulsenyum bersahajayang tak pernah pergi selalu menghias bibir mereka. Hari perdana dalam pencarian ilmu kami lalui begitu cepat. Siang yang terik diusir senja secara perlahan. Mengantarkan malam kami yang indah di sudut kota ini. Meski malam datang dengan muka gelapnya, gerlap lelampu jalanan menghias pekatnya malam. Berteman bintang dan rembulan membuat malam nampak bahagia. Malamku nampak indah kupandang dari balik sepotong kaca besar di balik bangunan. Pencarian wawasan baru tak berhenti begitu saja meski malam datang. Suasana malam yang menentramkan hati menambah gelora pikiran-pikiran muda penuh wahana. Aku terduduk kembalimenanti orang-orang hebat yang bersedia berbagi secuil ilmu dengan kami. Mata ini berbinar, hati ini berdecak penuh rasa kagum melihat orang-orang luar biasa duduk di depanku. Aku dan mereka yang ada di sampingku seolah tak ada bandingannya dengan orang-orang hebat itu. Setiap kata yang mereka ucap adalah motivasi yang memacu diri ini memuntahkan pikiran-pikiran kreatif yang mulai muncul di seluk pikiran ini meskipun rasa lelah datang menghampiri. Malampun kian larut mengundang jiwa-jiwa yang mulai didera keletihan. Saatnya bagi diri ini mengistirahatkan mata menghabiskan sisa-sisa malam.

Malam itu adalah salah satu malam terindah yang ada dihidupku. Namun sayangnya sayup-sayup adzan subuh dan gerit pintu di ujung ruangan menghentikanku menikmati waktu tidur. Sambutan pagi yang hangat di awal pagi. Perburuan ilmupun dilanjutkan. Seorang pria tengah baya memasuki ruangan dengan senyum mengembang di bibirnya. Menyapa kami dengan penuh ramah tamah menebar rona penasaran di wajah ini. Membuatku penasaran dan bertanya-tanya hal hebat apalagi yang akan kami terima darinya. Beliaupun memulai perbincangan kami pagi itu. Satu kalimat yang membekas di pikiran hingga saat ini, “ aku tak akan berkata sebelum sang Mahakata mau berkata”. Kalimat sederhana yang penuh sarat makna. Menjadikan bekal bagi kamidi akhir-akhir perjumpaan. Akhirnya tibalah saatnya perpisahan, karena sesungguhnya pertemuan ada untuk menghantar perpisahan. Aku baru mengenal mereka belum genap satu hari, tetapi jiwa kami seakan – akan telah mengenal dan tak menginginkan sebuah perpisahan. Senyuman, semangat, dan kenangan singkat dari para punggawa bangsa yang akan mengubah dunia dengan menggoreskan kata-kata. Semuanya terbingkai indah di dasar hati dengan sebuah harapan akan dipertemukan kembali pada suatu masa yang akan datang. Terima kasih telah hadir dalam salah satu cerita hidup ini.

Untuk kalian yang akan selalu kurindukan JJJJ

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun