Mohon tunggu...
Tri MS
Tri MS Mohon Tunggu... Apoteker - mantan PNS

Orang biasa yang selalu ingin belajar dan berbagi....

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Jangan Terlalu Mengidolakan Capresmu!

3 Oktober 2017   05:30 Diperbarui: 3 Oktober 2017   19:13 3791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aslinya tulisan ini berjudul "Jangan Terlalu Banyak Mencintainya", sesuai judul lagu "Too Much Love Will Kill You". Kira-kira terjemahan bebasnya Terlalu Mencintainya, Akan Membunuhmu. Tapi kalau dalam situasi sekarang, lirik lagu ini mungkin bisa dipelesetkan menjadi "Jangan Terlalu Mengidolakan Capresmu". Lagu ini adalah ciptaan Brian May, gitaris beken grup rock legendaris "Queen" asal Inggris, yang juga bergelar doktor astronomi.

Di tahun 2009, lagu ini sering digunakan untuk backsong saat pemberitaan tentang kasus mantan Ketua KPK, Antasari di stasiun televisi "Metro TV", terutama (konon) kisah percintaanya dengan seorang caddy-girl bernama Rani Julianti. Barangkali karena terlalu cinta dengan caddy girl tersebut, sehingga tega membunuh Nasrudin. Dan barangkali, ungkapan "too much love will kill you" juga telah menginspirasi bait-bait lagu yang juga populer yang dinyanyikan D'Masiv: "Cinta Ini Membunuhku".

Jangan terlalu mengidolakan capresmu
Kita ingat tahun 2014 dulu adalah puncak dan akhir dari sebuah pertarungan head to head yang sangat keras dari kompetisi pilpres, yang dimenangkan Jokowi-JK dengan unggul sekitar 8 juta suara dari Prabowo, yang kompetisinya tidak hanya saling kritik, ejek dan menghina antar keduanya (seingatku Jokowi lebih banyak dihina Prabowo melalui "Oraisopopo", sementara Jokowi lebih populer dengan ujaran "Aku rapopo").

Tidak hanya kedua capres yang bertarung saling ejek, juga liputan di media TV dan media sosial (facebook, twiter dan media sosial lain) ikut memanaskan pertarungan lebih frontal dengan melibatkan perang ungkapan, gambar/kartun bahkan fatwa agama antar relawan dan pemilih fanatiknya. Bahkan karena sengitnya status dan clometan para pendukung, hingga memutuskan persaudaraan dan pertemanan.

Tapi itu semua telah usai. Dan Jokowi kini telah menjadi milik bangsa, milik semua rakyat Indonesia. Kini dia presiden seluruh yang bertikai pada pilpres, presiden kita semua.

Foto cover majalah Tempo
Foto cover majalah Tempo
Kini tanpa terasa pemerintahan rezim Jokowi-JK sudah berjalan 3 tahun, dan tahun depan, 2018, tentu sudah mulai ingar bingar dengan tahun politik untuk pencapresan kembali jelang Pilpres 2019. Ya, jelang tahun politik di 2018, haruskah kita bertempur dan bermusuhan kembali? harus diingat, kita hanya rakyat biasa, barangkali capres kita pun tidak mengenalnya. Tapi di era medsos, meski kita hanya rakyat biasa yang tidak dikenal capres, namun barangkali kita menjadi salah satu simpatisannya, entah jadi Jokowi lover atau Prabowo Lover, atau capres lover lainnya, yang setiap hari, mulai menikmati seliweran berita, yang memancing provokasi simpatisan lama.

Sesuai pesan pada isi lagu ciptaan Brian May ini, janganlah kita terlalu menjadi fans berat capres kita, sehingga sangat terlalu membela atau "too much love", bahkan sampai habis-habisan membabi buta dan menganggap terlalu smpurna idola capres kita dan selalu membela sisi negatif capres saat dikemukakan oleh seseorang (bukan kampanye hitam, tapi memang itu faktanya). Mari kita, sebagai rakyat biasa, yang capres kita pun tidak mengenal diri kita, dan dalam kehidupan politik, capres sangat berbeda misalnya dengan penyanyi pujaan Freddie Mercury biarpun terkena HIV, tetap senang lagu-lagunya. Dan capres hanya kandidat politik untuk menjadi dirigen sebuah orkestra kepemerintahan, yang harus bekerja secara tim dan bekerja sama. Sukses presiden, sukses kita semua, tapi kegagalan presiden, ya kegagalan timnya.

Sebagai fans tetaplah biasa biasa saja, dan ingat, capres kita pun tidak mengenalnya, tidak perlu habis-habisan membelanya, agar seandainya nanti kandidat kita kalah, maka kita tak terlalu dongkol or kecewa, seperti penggalan liriknya:

Too much love will kill you
If you can't make up your mind
Torn between the lover
And the love you leave behind
You're headache for disaster
'cos you never read the signs
Too much love will kill you
Every time

(Terlalu mencintainya akan membunuhmu
Jika engkau tidak bisa mengelola hasratmu
Badai ditengah keduanya
Saat si dia meninggalkanmu
Engkau sakit dalam musibahmu
Karena engkau menyepelekan tanda-tanda
Bahwa terlalu mencintainya akan membunuhmu
Pada suatu waktu)

Biarkan Jokowi bekerja menyelesaikan tugas sesuai janji-janjinya, sampai masa kepemerintahannya. Dan tidak ada lagi dua kutub yang abadi berseteru, dan kini dalam suasana kekeluargaan Indonesia yang damai. Keduanya sama-sama idola, dan keduanya the winner, tapi kita tidak juga perlu terlalu memuja dan berharap banyak, agar tidak sakit kalau ternyata dalam pemerintahannya tidak sesuai harapan.

Jadi sebagai penggemar biasa, menjelang laga Pilpres 2019, mari kita nikmati hidup kita sendiri, tanpa terlalu berharap pada capres kita, sebagaimana provokasi di medsos. Ya, tidak usah terpengaruh dan terprovokasi medsos, bahkan sampai rela masuk penjara dan menyia-nyiakan keluarga kita. Biarkan medsos itu sebagai bacaan pribadi saja, tidak perlu latah untuk ikut bertempur dan menyebarkannya.

Maka sebaiknya jangan terlalu cinta banget, jangan too much love pada kandidat capres kita misalnya, karena kalau kalah atau kehilangan....rasa sakitnya bakal membuat bencana....dan akan membunuhmu secara perlahan. But it will make your life a lie.....Dan bahkan akan membuat hidup kita dalam kebohongan...Mari kita urus diri sendiri, urus keluarga kita, jangan sia-siakan waktu keluarga, untuk memikir copras-capres yang bahkan beliau-beliau tidak mengenal kita.

Sekali lagi, urus diri kita, jangan sampai gara-gara kita membela capres, sampai dipenjara.....jangan sampai.....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun