Mohon tunggu...
Tri MS
Tri MS Mohon Tunggu... Apoteker - mantan PNS

Orang biasa yang selalu ingin belajar dan berbagi....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Swasti Saba atau Kabupaten Sehat, Bukan Sekedar Piala

31 Mei 2017   17:09 Diperbarui: 31 Mei 2017   17:27 6239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika penilaian kabupaten sehat semacam festival upaya-upaya daerah dalam membuat inovasi terkait dengan 9 tatanan dan 260 indikator, yang terkadang tidak sinkron dengan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) suatu daerah. Apakah IPKM ini? Ini adalah upaya para ahli guna melihat kemajuan daerah dalam bidang kesehatan, yang merumuskannya dalam indeks komposit terdiri dari 24 indikator kesehatan utama yang mempunyai hubungan sangat erat dengan indikator Umur Harapan Hidup (UHH) yang dihitung dalam IPM (Indeks Pembangunan Manusia).

IPKM dihitung dan dikumpulkan dari 3 survei berbasis komunitas yaitu Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan Survei Potensi Desa (Podes).

24 indikator IPKM yang mempengaruhi UHH tersebut adalah : prevalensi balita gizi buruk dan kurang, prevalensi balita sangat pendek dan pendek, prevalensi balita sangat kurus dan kurus, prevalensi balita gemuk, prevalensi diare, prevalensi pnemonia, prevalensi hipertensi, prevalensi gangguan mental, prevalensi asma, prevalensi penyakit gigi dan mulut, prevalensi disabilitas, prevalensi cedera, prevalensi penyakit sendi, prevalensi ISPA, proporsi perilaku cuci tangan, proporsi merokok tiap hari, akses air bersih, akses sanitasi, cakupan persalinan oleh nakes, cakupan pemeriksaan neonatal-1, cakupan imunisasi lengkap, cakupan penimbangan balita, ratio Dokter/Puskesmas, dan ratio bidan/desa.

Meskipun kab RL aktif menyelenggarakan baksos kesehatan serta mendapat predikat kabupaten sehat tahun 2007 dan 2009, 2011 dan 2013 (penghargaan Swasti Saba Padapa dan Wiwerda dari Menteri Kesehatan), namun ternyata kabupaten Rejang Lebong skor IPKM-nya 0,5032 dan berada di peringkat 228 dari 440 (2007) dan meningkat menjadi peringkat 162 kabupaten atau peringkat 3 untuk Propinsi Bengkulu setelah kota Bengkulu (peringkat 46) dan kabupaten Bengkulu Tengah (peringkat 131). Namun juga perlu diketahui, jika IPKM dihitung dengan 24 variabel, predikat kabupaten sehat ada 260 variabel dan melibatkan 9 lintas sektor.

Hasil IPKM terendah atau tingkat kesehatannya buruk adalah daerah Pegunungan Bintang, Papua (0,247059) dan tertinggi adalah Kota Magelang, Jateng (0,708959). Berdasar perhitungan rata-rata nilai, diperoleh batas normal IPKM yaitu 0,415987 dan daerah di bawah angka ini dikategorikan sebagai daerah bermasalah kesehatan berat/khusus(kab Lebong termasuk daerah ini).

Kenapa kabupaten RL peringkat IPKM-nya pada rangking 183? Walaupun meningkat tajam (dari 228 di tahun 2007 menjadi peringkat 162 di tahun 2013), namun Rejang Lebong masih urutan 3 dalam IPKM di Propinsi Bengkulu, setelah Kota Bengkulu (peringkat 25) dan Kabupaten Bengkulu Tengah (peringkat 131). Ternyata setelah dipelajari dari 24 variabel IPKM, ada 7 variabel kesehatan di kab RL yang bermasalah yaitu : prevalensi ISPA, prevalensi dengue, prevalensi penyakit mental, prevalensi hipertensi, cakupan kunjungan neonatal, cakupan imunisasi, dan cakupan penimbangan balita.

Menurut informasi, data prevalensi penyakit didapat dari Riskesdas tahun 2007 dan 2013 dan data cakupan dari laporan. Jika 7 variabel bermasalah ini bisa segera diperbaiki, ditambah dengan perbaikan mekanisme pelaporannya, maka kabupaten RL sangat optimis dalam beberapa tahun kedepan kita bisa masuk 100 besar peringkat IPKM.

Ya, kabupaten sehat, bukan sekedar piala. Banyak indikator yang lebih real terkait dengan IPKM yang harus dibenahi. Kita boleh mengejar penghargaan, karena memang itu seolah kosmetik dipoles sana-sini saat penilaian, namun dengan urutan 162 dari 440 kab/kota serta no 3 di Propinsi Bengkulu, banyak catatan riskesdas yang harus kita benahi.

Ayo kita benahi persoalan kesehatan kita secara bersama!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun