Mohon tunggu...
trimanto ngaderi
trimanto ngaderi Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Lepas

Pendamping Sosial diKementerian Sosial RI;

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Dosa Eksponensial

24 April 2022   06:44 Diperbarui: 24 April 2022   06:48 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DOSA EKSPONENSIAL

Salah satu tren kaum milenial di era digital ini adalah melakukan posting di media sosial. Materi posting bisa berupa teks, gambar, audio, maupun video. Media untuk posting pun beragam, dari mulai yang berbentuk website, aplikasi, podcast, dan sofware lainnya. Setelah melakukan posting dan kemudian dibagikan (share), maka berikutnya akan muncul beberapa istilah seperti view, like, subscribe, share, forward, dll.

Materi (content) postingan terdiri dari dua macam: positif dan negatif, kebaikan dan keburukan, manfaat dan mudharat, termasuk mengandung pahala dan mengandung dosa. Kita diberi kebebasan penuh oleh Tuhan untuk memutuskan, apakah akan memposting sesuatu yang positif atau sebaliknya.

Sama dengan amal saleh lainnya, jika kita memposting kebaikan maka kita akan mendapat pahala. Dan apabila ada orang yang tergerak hatinya untuk melakukan kebaikan karena terinspirasi oleh postingan kita, maka kita pun akan mendapat bagian pahalanya. Jika orang itu melakukannya berulang-ulang dan bahkan mengajak pula orang lain, kita pun akan mendapat bagian pahala yang berlipat-lipat.

Dalam Al Baqarah: 261 disebutkan bahwa perbuatan baik diibaratkan serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan 7 bulir, pada tiap-tiap bulir menjadi 100 biji. Hal ini berarti satu kebaikan akan memperoleh pahala 10 pangkat dua (eksponensial).

Dosa Eksponensial

Demikian halnya dengan keburukan, berlaku pula reward berupa dosa eksponensial. Jika kita memposting hal-hal yang mengandung keburukan, atau bahkan merangsang (memotivasi) seseorang untuk melakukan dosa, sudah barang tentu kita akan mendapatkan bagian dosanya.

Misalnya saja, seseorang melakukan post di aplikasi tertentu secara live streaming berupa content yang menampakkan aurat. Kebetulan sekali penontonnya (viewer) sangat banyak. Ditambah lagi masing-masing penonton tadi melakukan share. 

Orang yang mendapat share tadi kemudian melakukan share lagi. Begitu seterusnya hingga tak terbatas. Bisa dibayangkan bukan, berapa akumulasi dosa yang akan diperoleh oleh si pelaku posting yang pertama. Bertambah dan terus bertambah. Berlipat dan semakin berlipat.

Contoh dosa yang lebih besar lagi, memposting rekaman video adegan intim (baik dengan pasangan sah maupun dengan orang lain). Content ini kemudian dishare oleh banyak orang hingga menjadi viral. 

Jika sudah menjadi viral, maka akan membuat banyak orang menjadi penasaran dan ingin sekali ikut melihatnya. Bisa dibayangkan, seberapa besar dan seberapa banyak dosa yang bakal ditanggung oleh si pengunggah content. Berderajat-derajat. Inilah yang saya sebut sebagai "dosa eksponensial".

Anehnya lagi, kegiatan mengumbar aurat atau mengumbar video mesum justeru dijadikan sebagai "mata pencaharian", bernilai ekonomis, menghasilkan uang. Dengan jumlah minimal view tertentu, maka akan mendapatkan point atau transfer uang. Atau ia melakukan itu karena mendapat pesanan dari pihak tertentu untuk kemudian dijadikan sebagai barang dagangan (commercial content). Naudzubillah min dzalik.

Tak bisa dipungkiri, itulah kecenderungan kawula muda saat ini, generasi muda bangsa Indonesia. Sesuatu yang tidak baik memang mudah sekali ditiru, mudah sekali menular, dan memang yang disukai oleh banyak orang. Fenomena ikut-ikutan segala sesuatu yang sedang tren, yang sedang viral. Walaupun yang lagi tren (viral) itu tak selalu sesuatu yang mengandung dosa, akan tetapi tetap mudharatnya masih lebih besar daripada manfaatnya. Biasanya hanya content yang remeh-temeh, lucu tapi tidak lucu, dangkal, partisan, sesaat, dan semacamnya.

Begitulah, keburukan ibarat rumput. Ia bisa tumbuh di mana pun, di tanah subur maupun tanah tandus. Ia bisa tumbuh kapan pun, musim penghujan maupun musim kemarau. Sangat mudah tumbuh, tapi sangat sulit dimatikan. Kita cabut sekalipun, jika masih tertinggal akarnya, maka ia akan segera tumbuh kembali. Kita babat, kita semprot dengan herbisida, kita cangkul, kita apakan saja, ya tetap saja akan tumbuh lagi, tumbuh lagi, dan lagi.

Sebaliknya, jika ada yang memposting perihal kebaikan, viewer-nya amat sangat sedikit, nyaris tidak ada yang komentar, dan enggan melakukan share. Sekalipun ada komentar, isinya negatif: kita dikatakan sok alim-sok agamis, malas baca karena terlalu panjang, membosankan, tidak menarik, dsb.

Akhir kata, jika kita memutuskan untuk memilih postingan yang baik, kita harus siap berada di "jalan sunyi", "ruang suwung". Atau jika sekiranya kita belum bisa membuat content positif, setidaknya kita berusaha menahan diri untuk tidak memposting konten negatif.

Tuhan memberikan kebebasan penuh kepada manusia untuk memilih. Dan setiap pilihan mengandung konsekuensinya masing-masing. Begitu demokratis bukan, Tuhan kita itu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun