Mohon tunggu...
trimanto ngaderi
trimanto ngaderi Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Lepas

Pendamping Sosial diKementerian Sosial RI;

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pengalaman Pahit Gabung Investasi Saham di Aplikasi Media Sosial

28 Februari 2022   11:26 Diperbarui: 28 Februari 2022   11:33 1071
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENGALAMAN PAHIT GABUNG INVESTASI SAHAM DI APLIKASI MEDIA SOSIAL

Tulisan ini saya awali dengan pernyataan bahwa cerita pengalaman ini sama sekali tidak bermaksud mendiskreditkan sebuah perusahaan aplikasi media sosial dari negeri jiran, justeru tulisan ini lebih kepada menyalahkan diri sendiri dikarenakan atas KEBODOHAN saya.

Pendahuluan

Tahun 2018, oleh rekan kerja, saya diperkenalkan kepada seseorang yang menawarkan sebuah peluang bisnis berupa investasi saham pada sebuah perusahaan aplikasi media sosial. 

Setelah diberikan penjelasan singkat, saya merasa tertarik bukan perihal sahamnya, tapi lebih kepada fitur yang ada di aplikasi tersebut yang bisa chatting dengan berbagai orang di seluruh dunia menggunakan Bahasa Inggris.

Entah mengapa, baru saja kenal dan bertemu sekali, saya menyatakan berminat untuk gabung (join). Biaya join sebesar $100 atau 1,5 juta Rupiah. Itu hanya join doang, tidak mendapat produk apapun. 

Agar bisa punya saham, saya harus mengajak orang (sponsor) atau bisa juga menyeponsori diri sendiri. Setiap mengajak satu orang, kita akan mendapat bonus sebesar 50% ($50). Nah, bonus inilah yang nantinya bisa dibelikan saham, atau dicairkan ketika sudah mencapai jumlah tertentu.

Saya memilih untuk menyeponsori diri sendiri, downline kanan-kiri, sehingga saya setor lagi sebesar $200 atau 3 juta Rupiah. Alhasil, saya mendapat bonus sebesar 50% ($100). Kalau dipikir-pikir, sudah setor total $300 hanya dapat $100, rugi besar to (tapi ketika itu saya belum sadar).

Dengan $100 itulah saya membeli saham. Entah dapat berapa lembar, saya sudah lupa. Sekitar setahun kemudian, ada pengumuman dari perusahaan, jika kita tidak top-up saham sebesar $100 lagi, maka akun saham kita akan berstatus "non-aktif" alias saham kita hilang. Karena masih merasa yakin harga saham akan terus naik, saya pun setor modal lagi untuk top-up. Total uang yang disetor sudah $400.

Tapi bagi mereka yang merasa tidak yakin lagi, mereka menjual saham walau harganya belum terlalu tinggi (masih rugi, di bawah nominal uang yang disetor). "Rugi sedikit tak apalah, daripada uang kita hilang", ujar mereka. Ini sebenarnya sebuah pertanda (sinyal) untuk lebih berhati-hati, tapi lagi-lagi saya belum begitu menyadarinya dan masih tetap optimis.

Rajin Promosi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun