Mohon tunggu...
trimanto ngaderi
trimanto ngaderi Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Lepas

Pendamping Sosial diKementerian Sosial RI;

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ampas Teh

7 Desember 2021   20:24 Diperbarui: 7 Desember 2021   20:40 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: https://halosehat.com

AMPAS TEH

Tiga bulan lebih pernikahan Bejo dan Lastri telah berlalu. Walau mereka dijodohkan oleh orang tua mereka, pernikahan mereka berjalan baik-baik saja. Usai resepsi perkawinan, mereka sudah menempati rumah sendiri, walau hanya rumah kecil dan sederhana. Rumah itu dibangun bersebelahan dengan rumah orang tua Bejo.

Bejo yang sehari-hari bekerja sebagai kuli bangunan termasuk orang yang cerdas. Dia sudah berpikir jauh ke depan. Sebelum menikah, ia sengaja menyisihkan uang untuk membangun rumah. Ia ingin ketika kawin nanti,  ia tak lagi hidup serumah dengan orang tua atau mertua. Ia ingin hidup mandiri dan tidak merepotkan orang tua.

Lastri sendiri berasal dari desa sebelah. Orang tuanya adalah sahabat orang tua Bejo, karena mereka sama-sama berjualan di pasar tradisional yang kebetulan kiosnya bersebelahan dan barang dagangannya pun sama. Lastri termasuk anak yang rajin dan patuh pada orang tua. Sejak masih sekolah dulu, ia sudah sering membantu orang tuanya menjaga kios.

Ketika waktu luang, orang tua Bejo dan Lastri sering mengobrol. Selain membicarakan perihal usaha dan segala permasalahannya, mereka juga membahas tentang masa depan anak-anak. Mereka begitu akrab dan sudah seperti saudara sendiri. Mereka tak ingin persahabatan ini berakhir ketika mereka meninggal nanti. Akhirnya muncullah ide untuk menjodohkan anak-anak mereka.  

"Silakan diminum Kang!", ujar Lastri ketika meletakkan segelas teh hangat dan sepiring pisang goreng di meja serambi rumah.

Bejo yang sejak tadi sudah duduk di teras segera meletakkan batang rokoknya dan segera meraih gelas yang mengepulkan asap beraroma khas.

Sruput. "Ahhh... sedapnya. Kamu memang pintar membuat teh hangat, nggak terlalu panas juga manisnya pas", puji Bejo dengan tersenyum tulus dan tatapan yang penuh cinta.

Lastri yang duduk di sebelah Bejo tersipu malu dan menundukkan kepala. Sering mendapat pujian dari suaminya, ia menjadi semakin yakin bahwa Bejo adalah suami yang baik. Ia ingat sekali ketika orang tuanya menyampaikan niatnya untuk menikahkan dirinya dengan Bejo. Awalnya ia belum begitu yakin. Secara fisik, tubuh Bejo agak hitam dan tidak ganteng. Selain itu, Lastri belum begitu mengenalnya. Hanya karena kepatuhannya kepada orang tua, ia mau menerima.

"Lho malah melamun, ada apa Dik?" tanya Bejo sedikit heran.

"E...nggak kok Kang. Oh ya, monggo dicoba pisang gorengnya, kemarin dikasih sama Bude War".

Bejo pun mengambil seiris pisang goreng. Enak dan manis. Ia mengunyah pisang goreng sembari memerhatikan wajah istrinya. Wajah yang senantiasa berseri-seri dan ditambah senyuman yang menyejukkan jiwa. Istrinya selalu melayaninya dengan sepenuh hati. Ia tak menyangka akan punya istri yang sebaik ini.

Usai sarapan teh hangat dan pisang goreng, Bejo pun pamit untuk berangkat kerja. "Aku berangkat dulu ya Dik", katanya sambil beranjak dari kursi.

"Hati-hati ya Kang, semoga selamat di jalan dan dimudahkan pekerjaannya", jawab Lastri sembari menyalami dan mencium tangan suaminya.

Bejo pun berangkat kerja dengan langkah yang ringan dan penuh semangat tentunya.

*****

Biasanya Bejo kerja nglaju, tapi kali ini karena ia bekerja di kota yang jaraknya cukup jauh, maka ia menginap di lokasi proyek. Kuli proyek cukup banyak dan berasal dari berbagai daerah. Biasanya jika malam tiba, para kuli pergi keluar untuk sekedar jalan-jalan, jajan di warung kaki lima, atau nongkrong di tempat tertentu. Sedangkan Bejo lebih suka tinggal di bedeng (mess). Lebih baik buat istirahat daripada keluyuran tidak jelas. Begitu gumamnya dalam hati.

"Sini Jo, aku kasih lihat, jos pokoknya!" panggil Slamet yang sedang bermain HP, ia tinggal satu bedeng dengan Bejo.

Bejo yang penasaran pun mendekat. Lalu Slamet mendekatkan layar HP ke muka si Bejo. Sejenak kemudian, Bejo terperangah kaget melihat adegan porno yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Yang menarik perhatian Bejo dari adegan itu adalah  burung dari pemeran laki-laki yang tampak sangat besar dan begitu bertenaga.

"Gimana Jo, kepingin seperti itu ndak?" Goda Slamet sembari mengedipkan mata.

"Ah kamu ini lho, giliran tidur sendirian begini kamu lihatin seperti itu. Kalau pingin kan sasarannya tidak ada", gerutu Bejo.

"Itu sih gampang, sana tinggal ke lokalisasi tak jauh dari sini...", kata Slamet sambil tertawa lebar.

Bejo tak lagi menggubris gurauan Slamet. Ia langsung meninggalkan Slamet dan berbaring untuk segera tidur. Angin di luar berhembus begitu kencang. Hawa dingin terasa menusuk kulit Bejo yang hanya berselimutkan kain sarung. Suara kendaraan yang berlalu-lalang kian berkurang, digantikan dengan suara jangkrik nan merdu memecah kesunyian malam. Tapi setelah beberapa saat lamanya, matanya tak kunjung terpejam. Pikirannya masih dihantui perihal burung yang sangat besar dan bertenaga tadi.

Ah... seandainya punyaku bisa seperti itu, aku yakin Lastri akan tambah sayang padaku. Begitu gumamnya dalam hati.

*****

"Ada ampas teh Dik?" tanya Bejo kepada istrinya di suatu pagi.

"Ya selalu ada to Kang, kan setiap pagi saya membuat teh. Tumben tanya ampas teh segala, memangnya mau buat apa?" tanya Lastri sedikit heran.

"A...anu... mau aku buat mupuk tanaman bonsai di belakang rumah itu lho", jawab Bejo sedikit gugup karena harus berbohong.

"Owalah, tak kira mau buat apa. Sebentar aku ambilkan ke dapur".

Bejo memang benar-benar ingin burungnya menjadi besar dan gagah. Usai menonton film di HP Slamet lalu, ia mencari-cari informasi bagaimana cara untuk memperbesar alat kelamin. Hingga kemarin malam ia mendengar obrolan di pos ronda tentang khasiat ampas teh.

Entah mengapa Bejo begitu terobsesi dengan film yang dilihatnya itu. Padahal kalau bicara soal ukuran, milik Bejo tak berbeda jauh dengan milik teman-temannya di kampung atau di tempat kerja. Ia sudah terbiasa melihat milik temannya saat mandi bareng di bedeng atau saat berganti pakaian. Bahkan, hubungan intim dengan Lastri pun baik-baik saja tanpa ada masalah.

Setelah Lastri memberikan ampas teh kepadanya, Bejo pun sengaja menaruh sedikit ampas teh itu ke tanaman bonsai agar Lastri tidak curiga. Diam-diam ia menyisakan sedikit dan dibawanya ke kamar mandi. Mulailah ia mengolesi burungnya dengan ampas itu secara merata dan hati-hati, sambil diurut pelan-pelan. Ia melakukannya rutin setiap hari.

Dua minggu kemudian, Bejo mendadak terkejut. Dilihat burungnya bukannya bertambah besar, malah semakin mengecil. Wajahnya seketika memucat, tubuhnya menjadi lemas.

Berbagai pertanyaan menggelayuti pikiran Bejo. Apa dia salah cara dalam mengoleskannya, terlalu banyak takarannya, atau jenis teh yang ia pakai keliru. Atau jangan-jangan ampas teh memang tidak berkhasiat untuk memperbesar burung. "Wah ciloko iki[1]", begitu gumam Bejo.

 

"Ampas teh yang kamu kasih ke aku itu teh apa to Dik?" tanya Bejo penasaran.

 

"Itu teh pelangsing Kang, aku kan beberapa minggu ini sedang diet", jawab Lastri enteng.

 

"Hah...!" Bejo hanya bisa melongo.

(Trimanto B. Ngaderi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun