Mohon tunggu...
trimanto ngaderi
trimanto ngaderi Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Lepas

Pendamping Sosial diKementerian Sosial RI;

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kesalahan-Kesalahan dalam Perilaku Makan

27 September 2021   15:01 Diperbarui: 27 September 2021   15:10 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source: https://islamrahmah.co

KESALAHAN-KESALAHAN DALAM PERILAKU MAKAN

"Makan enak, lauk terbaiknya adalah rasa lapar (Gus Baha)"

Di zaman sekarang barangkali nyaris tak ada lagi orang yang kelaparan atau kekurangan makan. Semua orang sudah bisa makan kenyang, lebih dari cukup, bahkan sebagian malah membuang makanan karena tidak termakan. Kebutuhan pokok sudah terpenuhi dengan baik. Sekarang yang dikejar orang adalah kebutuhan sekunder, bahkan tersier. Kebutuhan akan kendaraan, alat komunikasi, rekreasi, hiburan, gaya hidup, dan lain-lain.

Ada beberapa pertanyaan penting terkait kebutuhan pokok, terutama pangan, dalam hal ini perilaku makan. Apakah makanan enak atau lezat rasanya sama dengan kenikmatan yang kita peroleh? Apakah mahalnya harga makanan berbanding lurus dengan kandungan gizi di dalamnya? Apakah makanan yang kita konsumsi bisa meningkatkan kesehatan kita atau justru sebaliknya?

Dalam tulisan berikut ini akan kita bahas mengenai hal-hal tersebut di atas.

Tidak Fokus

Seringkali kita saat makan disertai dengan mengoperasikan handphone: bermedsos ria, main game, menonton video, selfie, menelpon, dll. Baru satu dua suap, kita beralih ke HP. Begitu seterusnya sehingga waktu makan menjadi lebih lama. Bahkan kita malah lebih fokus ke HP daripada makan itu sendiri. Dengan demikian, kita tak lagi menikmati makanan (saat ini dan di sini).

Tidak fokus juga bisa karena kita terlalu banyak mengobrol. Sebenarnya mengobrol sembari makan tidaklah dilarang, tapi sebaiknya mengobrol seperlunya saja. Jangan sampai karena asyik mengobrol, kegiatan yang utama (makan) malah terlupakan. Acara makan diselesaikan terlebih dahulu, setelah itu barulah mengobrol.

Terburu-Buru

Di zaman yang menuntut profesionalitas dan kompetisi seperti sekaran ini, membuat kita seakan-akan selalu dikejar-kejar waktu. Segalanya menjadi terburu-buru. Pagi-pagi sekali harus segera berangkat ke kantor, perjalanan cukup jauh dan belum lagi jika macet. Tak jarang orang sarapan pagi dengan terburu-buru. Makanan tak lagi dikunyah dengan baik atau makanan tidak dihabiskan karena takut telat. Bahkan, sampai ada yang sarapan pagi di dalam kendaraan atau sembari mengemudi mobil.

Makan terburu-buru juga bisa terjadi karena sedang dikejar deadline, perjalanan masih jauh dan harus segera sampai tujuan, waktu istirahat tidak cukup, agenda berikutnya sudah menunggu, dan lain sebaginya.

Enak Bergizi

Sekarang ini amatlah mudah menemukan rumah makan atau restoran enak di mana-mana. Kita pun sudah sering menikmati makan enak dari beragam jenis menu. Bahkan kita rela membayar mahal untuk dapat menikmati menu tertentu.

Yang mesti diperhatikan adalah makanan/minuman enak tidak identik dengan bergizi lho. Enak bisa jadi hanya karena ramuan bumbunya, penyedap rasa atau essens, pemanis buatan, atau berbagai zat aditif lainnya. Terlebih lagi yang masuk kategori fastfood. Makanan yang demikian memang sangat menggoda lidah, tapi malah minim zat gizi. Selain minim zat gizi, juga berbahaya bagi kesehatan karena kandungan bahan-bahan kimia di dalamnya.  

Tidak Suka Sayur

Akhir-akhir ini ada kecenderungan bagi generasi milenial yaitu kurang menyukai sayur-sayuran. Makan bakso atau soto tanpa sayuran. Makan ikan bakar atau pecel lele tanpa lalapan. Menu seperti gado-gado, lotek, nasi pecel, urap, trancam, dan sejenisnya mulai jarang diminati kawula muda. Apalagi memakan lalapan atau sayuran mentah, banyak yang tidak suka.

Padahal, sayur-sayuran terutama sayuran mentah sangat baik bagi kesehatan.

Pemborosan

Pemandangan yang sering kita lihat di rumah makan atau restoran, sisa-sisa makanan berserakan di atas meja. Ada piring makanan yang hanya dimakan sedikit, dimakan separuh, atau malah masih utuh. Demikian pula dengan minuman, ada yang hanya dicicipi sedikit atau baru diminum separuhnya. Padahal harga makanan dan minuman itu tidaklah murah.

Makanan yang mubadzir membuktikan bahwa pemesan makanan tersebut tidak dapat menikmati makanan dengan baik. Bisa jadi ia sudah sering makan enak, tidak sedang dalam kondisi lapar, atau kurang berselera karena sedang banyak pikiran.

Di sisi lain, tidak sedikit orang di negeri ini yang masih susah makan, hanya makan seadanya, atau makan dengan irit.  Bahkan ada yang sampai berpuasa karena sedang tidak punya uang untuk membeli makan.

Gengsi

Ini penyakit yang terkait dengan paradigma. Ada yang makan di restoran tertentu bukan karena lapar atau suka dengan menu yang ada, tapi lebih karena gengsi. Ia melakukannya hanya karena ingin menyenangkan orang lain atau untuk mendapatkan penilaian dari orang lain.

"Aku juga sudah pernah makan di sana lho!". "Makan di sana tempatnya mewah dan keren pokoknya!". "Makan di sana ada fasillitas ini dan fasilitas itu, asyik bangetlah!"

Itulah beberapa ungkapan yang terkadang tidak tulus, dibuat-buat, dan terkesan pamer. Padahal ia sendiri belum tentu benar-benar menikmati makan di sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun