Oleh karena itu, isilah jiwa dengan sifat-sifat ketuhanan: welas-asih, cinta-kasih, amal kebaikan, dzikir, dll. Itulah kelak yang akan kita bawa ketika mati.
Ada pepatah mengatakan: "tempatkanlah harta-beda di tangan, bukan di hati (jiwa)".
Energi Negatif
Jiwa juga tak seharusnya diisi oleh energi-energi negatif. Kemarahan, kebencian, iri-hati, kesombongan dan semacamnya hanya akan merusak jiwa. Energi-energi negatif akan membuat jiwa menjadi hitam dan gelap. Jika sudah gelap, maka cahaya Tuhan tidak akan bisa masuk ke dalamnya.
Jiwa yang gelap adalah jiwa yang masih terbelenggu. Jiwa yang masih dikuasai oleh nafsu, yang masih mengikuti bujuk-rayu setan, belum menjadi jiwa yang merdeka. Oleh karena itu, energi-energi negatif itu harus dihilangkan dan diganti dengan energi-energi yang positif: memaafkan, rasa cinta, rendah hati, dll. Inilah yang akan membawa kepada ketenangan, kedamaian, dan kebahagiaan.
Ego Diri
Ego diri adalah sikap merasa paling benar sendiri, merasa paling berkuasa, sikap mementingkan diri sendiri, keserakahan, keakuan. Segala yang kita miliki, semua yang kita raih, kita anggap murni hasil usaha dan jerih-payah sendiri, tanpa mengakui peran Tuhan di dalamnya.
Jiwa yang demikian harus dibebaskan. Diganti dengan jiwa yang mengakui akan kekuatan dan kebesaran Tuhan.
Masa Lalu dan Masa Depan
Selanjutnya, untuk meraih kemerdekaan jiwa adalah "melepaskan". Melepasakan semua yang terjadi di masa lalu. Mengikhlaskan, tidak menyesali, tidak menyalahkan. Melepaskan semua kesedihan dan kekecewaan. Kemudian mengisi jiwa dengan menerima. Menerima sepenuhnya, menerima apa adanya. Menerima sebagai takdir Allah (rukun iman ke-6).
Juga merdeka dari kecemasan, kekhawatiran, dan ketakutan akan masa depan. Padahal, masa depan bersifat misteri. Tidak seorang pun yang tahu apa yang akan terjadi esok. Masa mendatang adalah ghaib, tiada seorang pun mampu meramalkannya.