Memiliki rumah di Jakarta tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Lokasi dan luas menjadi tolak ukurnya. Semakin strategis dan besar, semakin banyak uang yang harus dikeluarkan. Bagi perantau yang mampu membeli rumah di Jakarta, itu adalah hal yang luar biasa. Karena standar harga di ibu kota ini lebih mahal dibandingkan pinggiran kota, seperti: Depok, Bojong Gede, Bogor, ataupun Bekasi. Akan tetapi, jarak antara satu rumah dengan yang lain hanyalah nol sentimeter. Dengan kata lain, terkadang kita bisa mendengar apa yang terjadi di dinding sebelah. Bukan niat untuk menguping pembicaraan tetangga atau ingin tahu urusan mereka, tapi keadaan yang seperti membuat beberapa orang mau tidak mau akan mendengar kejadian yang berlangsung di sebelahnya.
Siang ini, aku mencoba untuk rehat sejenak setelah menyelesaikan rutinitasku. Pagi hingga siang, aku hanyalah seorang ibu rumah tangga. Sore hingga malam, aku bekerja sebagai guru privat. Lima menit berlalu, tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara tangisan balita. Tentunya, bayi tetanggaku yang berusia kurang lebih tiga tahun.
“Mama…” tangisnya tersedu-sedu. “mama…” teriaknya sambil menangis. Akan tetapi, yang dipanggil belum merespon.
“Mama…” ulangnya lagi berteriak.
“Iya nak, mama lagi masak di bawah.” Ujar mamanya.
“Mama, air mataku berlinang.” Isaknya.
“Kenapa berlinang?” Tanya mamanya.
“Tadi mama nggak ada.” Jawabnya.
“Nggak boleh gitu. Kalau mama nggak ada, kamu tunggu mama. Mama paling masak atau nyuci di bawah.” Ujar mamamya. “Sekarang hapus air matanya.” Tambah mamanya.
Beberapa menit kemudian, suasanapun hening. Akupun melanjutkan tidur siangku yang tertunda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H