Mohon tunggu...
Tri Junari
Tri Junari Mohon Tunggu... Jurnalis - Usquniastajiblakum

Akumah apah atuh emih juga disanguan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kina Obat Covid-19 Sebatas Wacana

17 Maret 2020   00:53 Diperbarui: 17 Maret 2020   01:32 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Bandung, Selasa 17 Maret 2020.

Wacana penelitian Kina sebagai tanaman mengandung senyawa obat anti virus Corona (Covid-19), memberi nafas baru kondisi sekarat budidaya Kina di Perkebunan Bukit Unggul.

Berdiri di atas lahan 708 hektare milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII, kebun dan pabrik pengolahan Kina yang beroperasi sejak tahun 1927 terancam gulung tikar.

Saat penulis mengunjungi perkebunan Bukit Tunggul di Desa Cipanjalu, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung, Minggu (15/3/2020), tak nampak aktivitas produksi di gedung pabrik pengolahan Kina.

"Kita hanya produksi sebulan sekali saja,"ucap Manager perkebunan Bukit Tunggul, Yanyan Cahyana di ruangan tamu kantor Bukit Tunggul 

Sejak PTPN VIII menjadikan Kina sebagai komoditi penunjang dibawah komoditi utama Teh, Karet dan Sawit, produksi kebun Bukit Tunggul terjun bebas hanya mampu mengolah 5 ton tepung kulit kina.

Dari luas lahan konsesi 708 hektar, luas kebun yang ditanami Kina 683 hektar. Sisanya ada hutan lindung, bangunan kantor, mes pegawai, akses jalan dan gedung pabrik pengolahan Kina.

Pada masa jayanya, Bukit Tunggul bisa menanam 4.439.500 pohon dengan asumsi 6.500 pohon per hektar dan mampu menghasilkan 100 ton tepung Kina kering.

Namun hari ini, hanya tersisa 683.000 tegakkan atau hanya menyisakan 15% saja dari jumlah ideal 1.000 pohon per hektar.

"Sekarang hanya tersisa 15% saja dari jumlah ideal 6.500 pohon per hektar,"ungkap Yanyan.

Kurang diliriknya Kina sebagai komoditi utama oleh PTPN VIII berdasar beberapa pertimbangan, dari sisi bisnis perusahaan menilai budidaya Kina tergolong lambat maraup laba.

Berbeda dengan Teh dan Sawit yang relatif butuh masa Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) 3 tahun. Kina harus melalui TBM selama 7 tahun dimulai sejak menanam bibit, perusahaan baru dapat uang setelah menunggu sekian lamanya.

Kondisi lain yang juga mempengaruhi produktivitas budidaya Kina ialah kurang tahannya tanaman pada pangkasan.

Idealnya petani memotong ranting menggunakan gergaji, namun terkadang sabetan golok maupun kapak malah menjadikan tingkat kelukaan pohon tinggi. Akibatnya, setelah kulit dipanen sisa pangkasan menjadi inang lalu pohon mati. 

"Yang kita ambil dari pohon kina itu kulitnya, tak jarang dengan teknik pangkas yang salah pohon mati,"ujarnya.

Asumsi lain turunnya minat perusahaan pada Kina seiring kalahnya pamor Kina setelah penelitian berhasil menemukan bahan baku lain  sebagai obat Malaria. Padahal, senyawa Kina juga kini digunakan bahan baku minuman bersoda, kosmetik dan obat lainnya.

Yanyan memaparkan, kebun dan pabrik pengolahan Kina Bukit Tunggul menghasilkan produk akhir berupa Kulit Kina Kering Tepung (K3T). K3T ini sebagai cikal bakal zat Kina setelah melalui serangkaian proses ektraksi.

Untuk memperoleh K3T, Petani memanen bagian kulit pohon biasa disebut Kulit Kina Basah (KKB), dari kebun KKB dibawa ke pabrik pengolahan untuk melalui serangkaian penjemuran dan  pengeringan mengurangi kadar air. 

Di pabrik pengolahan peninggalan Belanda seluas 30x20 meter, terdapat area penjemuran selama 15 hari tergantung pada panas matahari untuk mengurangi kadar air dari 60% menjadi 20%.

Pengurangan kadar air lantas berlanjut ke tahap pengeringan dengan cara digarang dalam oven berukuran besar, panas didapat dari api dibawahnya. Pada tahap ini kandungan air diturunkan hingga 4-5%.

Tahapan terakhir kulit Kina ini masuk pada mesin penggilingan hingga menjadi tepung, mesin peninggalan belanda ini masih perkasa mencabik kulit Kina dan mampu menghasilkan 1 ton K3T dalam waktu 2 jam saja.

"Pabrik ini mungkin satu-satunya di Indonesia, bahkan saat perkebunan Kina masih ada di daerah lain pengolahan semua disini,"ungkapnya.

K3T ini berupa tepung kulit Kina yang mengandung 7% ekstrak Kina, ini berarti dalam 100 kilogram K3T jumlah kandungan zat Kina hanya sekitar 7 kilogram.

Saat ini, K3T dari Bukit Tunggul didistribusikan ke anak perusahaan PTPN VIII dengan nilai jual Rp40-60 ribu per kilogram. Besaran nilai jual juga ditentukan kualitas kandungan zat kina didalam K3T.

"K3T ini dihargai Rp40 ribu per kilogram oleh anak perusahaan PTPN VIII, baru kemudian diolah untuk diambil zat Kina sebagai bahan baku obat, kosmetik maupun minuman bersoda,"terangnya.

Disinggung terkait produksi yang hanya dilakukan sebulan sekali, Yanyan mengatakan berpengaruh pada keberlangsungan ekonomi perusahaan Bukit Tunggul.

Menurunnya produksi yang kian memprihatinkan ini terus menggerus jumlah karyawan dan pegawai lepas Bukit Tunggul. Jika dulu jumlah pekerja mencapai 400 orang dan pabrik beroperasi setiap hari, kini jumlah pegawai hanya 40 orang.

Setiap bulan, tak jarang hasil penjualan tak mampu menutupi kebutuhan pengeluaran gaji karyawan dan operasional pabrik. Untung bisa diraih jika K3T memiliki kualitas unggul dan dihargai maksimal anak perusahaan

"40 orang itu menurut saya kebanyakan, karena pengeluaran lebih banyak. Saat ini juga yang efektif ke lapangan hanya 6 orang, selebihnya banyak di security karena orientasinya lebih kepada pengamanan aset,"ujarnya.

Dengan adanya wacana Kina sebagai obat Corona, Yanyan berharap geliat budidaya Kina di Bukit Tunggul kembali bergairah. Pengelola kebun dan pabrik Bukit Tunggul mengaku siap mengangkat kembali pamor Kina hasil budidaya ini.

"Jika melihat pasar masih bagus, untuk nilai jual K3T masih di kisaran Rp40-60 ribu, namun tentu saja harus ada peremajaan kembali pohon, artinya mengganti pohon yang sudah tidak lagi produktif dengan yang baru dan menunggu 7 tahun masa panen,"katanya.

Keterangan sama diutarakan Asisten Afdeling Bukit Unggul Tatang Hidayat yang telah 30 tahun bertugas disana, menurutnya asumsi Kina mengandung anti virus Corona cukup beralasan. 

Kina dikenal sebagai obat ampuh Malaria, salah satu gejala penderita Malaria ialah demam dan Kina mampu mengatasinya.

Logika sederhana Tatang setidaknya senyawa Kina ini juga mampu mengurangi demam pada  penderita Covid-19. 

Terlepas dari benar atau tidaknya keampuhan Kina sebagai obat Corona, Tatang berharap Perkebunan Kina Bukit Tunggil segera pulih. 

Ia ingin pemerintah kembali menggelontorkan anggaran untuk menggairahkan kembali komoditas Kina sebagai unggulan. 

"Kebun Kina yang tersisa hanya disini, pohon yang kita panen sekarang juga sisa penanaman tahun 2011. Kalau pohon yang ada sekarang mati, produksi juga akan terhenti," keluhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun