Memang hanya sedikit saja ketampananku berkurang, hanya sedikit. Tapi itu sungguh berarti. Dan aku putuskan tak mau menyerah begitu saja, aku tak mau cintaku terbuang gara-gara badan gendutku. Aku berlari lagi, menuju rumah mawar (bukan nama samara).
“Hei mawar, keluar lah”Teriak ku keras dari luar rumah.
“Apa?”Aku melihat dia keluar rumah dengan wajah dingin sedingin es batu dikutub utara.
“Mawar, ketahuilah..aku sekarang memang gendut. Aku tak setampan dulu, tapi cintaku tak pernah berubah untukmu. Aku tetap mencintaimu, cintaku seluas samudra setinggi langit diangkasa kepadamu (aku mengatakan itu diiringi dengan music yang indah). Bukankah cinta tak bisa dinilai dari fisiknya, tapi lihatlah hatiku ini, hati tulusku ini (aku mengatakan dengan mata berkaca-kaca).
“sebenarnya, aku juga kan suka sama kamu. Aku mau deh jadi pacarmu. Tapi sesaat saja ya?”.
“maksud kamu?”. tanyaku semakin bingung.
“sesaat setelah Allah mempertemukan kita dalam pelaminan, dan aku tidak lagi menjadi pacarmu, melainkan akan menjadi istrimu yang akan menemanimu selamanya”.
“cie, manis banget, kayak orangnya”.
“UDAH DULU YAK, GEMA MAU PACARAN”. :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H