Mohon tunggu...
Tri Hartanto
Tri Hartanto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Akankah Warnet Mengikuti Jejak Wartel

19 September 2012   14:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:13 924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Warung internet (warnet) mulai berkembang di Indonesia sekitar tahun 1996. Semenjak mulai dikenalnya warnet di kalangan masyarakat, maka sejak saat itu juga perkembangannya menjadi sangat pesat. Dari yang awalnya warnet hanya ada dikota-kota, maka sejak saat itu warnet mulai menyusup dan berkembang hingga sampai ke pelosok-pelosok desa. Para pemilik modal saling berlomba-lomba untuk mencari tempat yang strategis kemudian mendirikan warnet di situ.

Beberapa dari pemilik modal tersebut mencoba peruntungan kembali satelah sebelumnya sebagian ada yang membuka usaha hampir serupa namun terpaksa harus gulung tikar. Usaha tersebut yaitu wartel, karena perkembangan zaman dan tuntutan teknologi yang terus berkembang membuat wartel pada saat itu sudah tidak diminati lagi. Munculnya telepon genggam pada saat itu merupakan penyebab utama berkurangnya peminat pemakai wartel. Masyarakat lebih memilih menngunakan telepon genggam daripada wartel, antara lain karana lebih praktis dan efisien. Utamannya para masyarakat yang berasal dari golongan menengah ke atas. Karena pada awal munculnya telepon genggam harganya juga lumayan mahal. Namun semakin ke sini harga telepon genggam semakin menurun, dan hampir bisa dibeli oleh semua kalangan masyarakat. Sehingga perkembangan wartel semakin suram sejak saat itu. Bahkan wartel-wartel yang dulu berjaya, setelah perannya tergantikan oleh telepon genggam kondisinya bisa kita saksikan sendiri. Kalau di daerah saya justru ada box wartel yang malah digunakan untuk berjialan bensin eceran, ada yang tinggal papan namanya saja, dan sebagian justru hanya teronggok tak terawat.

[caption id="attachment_199838" align="aligncenter" width="375" caption="Box wartel tidak terawat (novan.kojaque.com)"][/caption]

Sebenarnya hal yang serupa dimungkinkan juga akan terjadi pada warnet. Walaupun penghasilan yang didapatkan dari usaha warung internet bisa dikatakan menjanjikan. Untuk warnet dengan 20 komputer dalam satu harinya bisa menghasilkan antara Rp 400.000,00 sampai Rp 500.000,00. Ya itu masih penghasilan kotor, belum terpotong biaya lainnya.

Namun diakui oleh beberapa pengelola warnet hal yang dikwatirkan itu sekarang sudah mulai dirasakan oleh mereka. Pengunjung warnet kian hari kian menurun dan itu tentu berimbas pada penghasilan warnet itu sendiri.

Kemudahan mendapatkan akses internet gratis yang sekarang banyak dijumpai itulah yang menjadi momok bagi kelangsungan masa depan warung internet. Bayangkan saja saat ini diberbagai tempat sudah disediakan hotspot area, mulai dari mall, café, bandara, sekolahan, tempat-tempat umum, bahkan warung angkringan yang kecil pun ada yang menyediakan fasilitas wifi atau hotspot area. Tentunya kalau sudah begini orang-orang akan berpikir dua kali untuk datang ke warnet. Sebagian orang tentunya akan berpikir kalau ada yang gratis kenapa harus bayar. Selain datang dari banyaknya hotspot ancaman juga datang dari para penyedia jasa koneksi internet. Mereka menawarkan paket-paket yang murah dan dengan kecepatan akses internet yang tidak kalah dari warnet. Baik itu yang menggunakan modem atau yang berlangganan langung dari ISP (Internet Service Provider) sehingga mereka bisa mengakses internet tanpa batas dari rumahnya.

Melihat kenyataan yang seperti itu para pengelola warnet memutar otak supaya warnetnya tidak gulung tikar karena perkembangan teknologi ini. Beberapa dari mereka ada yang mensiasati denagan memberikan fasilitas yang bagus di warnetnya untuk menarik pelanggannya. Seperti meningkattkan kualitas komputer-komputernya serta fasilitas pendukung lainnya seperti diberi bilik-bilik yang rapat dan sofa yang nyaman di dalamnya. Namun hal itu justru seringdisalah gunakan oleh para penggunannya, mereka datang bukan hanya untuk mengakses internet tetapi justru untuk berpacaran. Karena tempatnya yang dianggap memungkinkan. Seperti yang sudah saya bahas pada artikel pertama saya yang berjudul “ kewarnet ngerjain tugas atau pacaran”.

[caption id="attachment_199843" align="aligncenter" width="300" caption="Warnet dengan bilik tinggi (dok.pribadi)"]

13480657881796848306
13480657881796848306
[/caption]

Namun ada juga dari beberapa pengelola warnet yang mensiasatinya dengan merombak warnetnya menjadi game.net. Sebenarnya hal itu lebih menguntungkan dan prospeknya ke depannya juga lebih manjamin, karena sekarang banyak sekali peminat game online.

Para pemilik warnet akan terus berinovasi pada warnetnya supaya tidak mengikuti jejak saudara tuanya yaitu wartel. Memang perkenbangan teknologi akan berasa begitu kejam apabila kita tidak bisa mengikutinya, akan tetapi kalau kita bisa mengikuti perkembanganya atau justru ikut serta dalam mengembangkannya itu akan sangat bermanfaat untuk jangka waktu yang panjang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun