Mohon tunggu...
Tri Harnanik atas asih
Tri Harnanik atas asih Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya seorang guru di daerah gunung kidul, Yogyakarta.Pecinta literasi dan sudah membuat buku berupa cerpen, puisi, novel dan juga i penulis skenario

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Go Home

1 Juni 2024   08:36 Diperbarui: 1 Juni 2024   08:38 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bab 2

Diva segera mengambil nasi dan pepes jamur kebatas piring. " Wah, enak sekali pepenya, Bu. Aku suka sekali." Diva makan dengan lahapnya. Bu Aminah dan neneknya tersenyum melihat Diva.

Pagi hari nan cerah. Diva bangun lebih awal. Tubuhnya yang mungil bergerak turun dari ranjang bambu. Ia menoleh ke arah jendela. "Ternyata Cuma mimpi," batinnya berkata. Ia menghela nafas panjang.

Pikirannya berkecanuk saat mengingat mimpinya yang seperti nyata. Sosok pria paruh baya, yang memanggil namanya, dan memeluknya sangat erat.  "Ayah..." Iya, sosok di dalam mimpinya itu ayah Diva yang selama ini menghilang.

Sambil berjalan ke arah jendela, ia bergumam. "Apa arti mimpiku semalam?"  Lagi-lagi ia menoleh ke arah ibunya yang masih tidur. Wajahnya ayu dan terlihat damai sekali. "Apa aku harus tanya langsung kepada ibu ya?" pikir Diva sambil melihat keluar jendela. Jendela kayu dibukanya, dan angin pun masuk menerpa wajah polos Diva.

Ibu menggeliat sebentar, dan matanya menyipit karena sinar matahari masuk ke dalam ruangan kamar. "Kamu sudah bangun, Nak?"

"Sudah, Bu." Diva berjalan menghampiri ibunya. "Aku mimpi ayah."

Bu Aminah terkejut, dan ia pun duduk bersebelahan dengan Diva. "Ayah? Apa maksudmu, Nak?"

"Aku mimpi Ayah, Bu. Ia memanggil namaku dan memelukku," tukas Diva. Tak terasa air bening menetes di sudut matanya.

Bu Aminah segera memeluk anaknya. Ia bingung mau bicara apa soal suaminya itu.  "Kamu  gak bakalan ketemu dengan ayah..."

Tiba-tiba nenek membuka pintu. " Nduk kenapa masih di kamar. Ini sudah siang, kamu belum buat sarapan."

" Iya, Mbok." Bu Aminah segera beranjak dari tempat tidur dan menggandeng tangan Diva.

"Kenapa kamu, cah ayu?" tanya nenek keheranan melihat Diva. Diva tak menjawab, ia memeluk ibunya dengan kuat.

"Gak ada apa-apa, Mbok. Diva Cuma mimpi..." Bu Aminah mengedipkan matanya ke arah nenek. Nenek pun paham maksudnya.

Setelah selesai sarapan, mereka melakukan aktifitas seperti biasa. Nenek ke ladang, Bu Aminah mencuci pakaian di danau sementara Diva bermain bersama teman-temannya.

" Hei Diva, kenapa ayahmu tak pernah pulang?" tanya Risa.

Diva tak menjawab. Percakapan mereka sempat terdengar di telinga Bu Aminah. "Kasihan kamu, Nak, ucapnya dalam hati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun