Pada saat semakin terdesak, Lintang akhirnya menghunus pedangnya yang tergantung di pinggang. Hebat sekali ilmu pedang warisan Pedang Akhirat itu, karena ke arah mana pun golok lawan bergerak, pada akhirnya selalu terbentur oleh pedang yang bahkan otomatis dapat pula membalas, sabetan dengan sabetan, tusukan dengan tusukan.
Ki Bajul Brantas dibuat tercengang, tapi masih berusaha menjatuhkan diri ke belakang, namun ujung pedang Lintang masih sempat merobek baju di dada dan terus meluncur hingga ke dagu, merobek pula kulit sehingga darah bercucuran membasahi tubuh.
Tiba-tiba Ki Kalong Wesi secepat kilat melayangkan serangan pedang dari belakang, bersamaan dengan Pendekar Golok Maut yang sambil begulingan di tanah lalu menyabetkan goloknya ke arah perut. Namun mereka salah kalau mengira bahwa serangan itu akan berhasil melukai Lintang.
Pedang di tangan Lintang bergerak cepat. Ki Kalong Wesi kaget setengah mati karena begitu senjata bertemu, pedang Lintang terus menyelinap melalui bawah lengannya, menusuk ke arah ketiak secara aneh dan sama sekali tidak disangka-sangka. Ki Kalong terpaksa menjatuhkan tubuhnya menghindar. Lintang yang sudah sangat marah itu melesat dalam pengejarannya sehingga ujung pedangnya sempat membuat pakaian manusia licik itu robek lebar.
Saat itu kesempatan emas bagi Pendekar Golok Maut untuk menyerang Lintang yang pedangnya sedang mengejar Ki Kalong. Tapi secepat kilat tubuh Lintang berputar seiring pedangnya yang membabat putus tangan Pendekar Golok Maut. Lelaki itu kini berdiri tegak, memandang dengan mata berkunang-kunang ke arah lengan kanannya yang sudah buntung. Darahnya mengucur membasahi tanah. Tangan kanannya yang putus itu masih menggenggam golok dengan sangat erat. Dengan tangan kiri ia kemudian mengambil golok di atas tanah.
Ki Kalong Wesi tampak merapal sebuah mantra. Maka begitu merasakan ada getaran aneh keluar dari mulut Ki Kalong disertai pandang mata yang tajam melumpuhkan semangat, dengan cepat Lintang mengerahkan tenaga batinnya untuk menolak pengaruh sihir itu sambil membaca ajian dekat jarinya yang mengenakan cincin Pirus pemberian Mbah Kucing. Ajian Sapu Jagad.
Ki Kalong Wesi memutar kedua tangan dengan aneh di sisi pinggang dan kemudian mendorong maju. Segumpal hawa dingin menyambar ke arah Lintang. Tentu saja Lintang yang sudah mengenal kehebatan tenaga dalam kakek itu, menyambut dengan menggerakan tangan dan mendorong ke depan pula.
Mereka berdiri dengan jarak sekitar lima meter. Oleh karena mereka saling mengulurkan tangannya, maka telapak tangan mereka hanya terpisah tiga meter. Namun demikian, meskipun tangan mereka tidak saling bersentuhan, tetapi hawa energi yang dasyat yang keluar dari telapak tangan itu bertemu di udara. Mereka berdiri tak bergerak, dan hanya dua menit Ki Kalong mampu bertahan. Mukanya tiba-tiba menjadi pucat dan tubuhnya terpelanting ke belakang.
Tubuh Lintang terdorong oleh tenaga yang sangat besar sehingga kuda-kudanya sudah tidak di tempatnya lagi, sudah bergeser sejauh satu meter lebih, membuat garis pada tanah yang dalamnya sampai mata kaki.
Meski pun Ki Kalong masih bisa berdiri, namun tetap saja hawa pukulan Lintang yang mengandung hawa sakti itu telah membuat dadanya serasa membeku. Cepat-cepat ia duduk bersila mengatur napas memulihkan tenaga agar jangan sampai isi dadanya berhenti lantaran darahnya menggumpal.
Semua orang sudah terluka, tentu saja kecuali Lintang. Karena mereka pun maklum bahwa ketua Ikatan Pendekar Jawa itu tentu tidak akan mungkin mengampuni, maka semua kepandaian harus mereka kerahkan. Dengan nekat, setelah saling berpandangan, mengirim isyarat, secara bersamaan mereka menggempur maju.