Setelah kehancuran Majapahit di era Bre Kertabhumi, secara praktis semakin banyak wilayah kekuasaannya yang memisahkan diri. Bahkan wilayah-wilayah yang tersebar atas kadipaten-kadipaten saling serang, saling mengklaim sebagai pewaris yang paling sah atas warisan Majapahit.
Putera-putera raja, yang tentu saja memimpikan nikmatnya kursi singgasana, di antara mereka mulai saling timbul persaingan hebat. Persaingan yang kadang-kadang tidak hanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi, melainkan secara terbuka, sehingga masing-masing mengumpulkan jagoan-jagoan dari dunia persilatan.
Itulah yang kini tengah terjadi di kedua kerajaan, baik Kerajaan Majapahit di bawah Prabu Dyah Rananwijaya maupun Kerajaan Demak di bawah Raden Fatah.
Raden Fatah memiliki lima orang putra. Dari istri yang tertua, putri Sunan Giri, lahirlah Raden Sabrang Lor dan Raden Trenggana. Dari istri muda yang berasal dari Randu Sanga, lahirlah Raden Kanduruwan. Dan dari istri yang ketiga, lahirlah Raden Kikin dan Raden Mas Nyawa. Di Demak, persaingan mencapai puncaknya ketika putera mahkota, Pangeran Sabrang Lor meninggal secara misterius.
Terjadilah persaingan hebat antara Raden Trenggana dengan Raden Kikin untuk memperebutkan tahta. Raden Kikin lantas dibunuh oleh Sunan Prawoto, putra Raden Trenggana. Peristiwa itu terjadi di tepi sungai saat Raden Kikin pulang dari sholat Jum'at. Raden Kikin kemudian dikenal dengan sebutan 'Sekar Sedo Lepen' yang artinya 'Bunga yang gugur di sungai'.
Peristiwa itulah yang rupanya menjadi topik diskusi para Mahaguru Nusantara itu. Mereka memutuskan untuk tidak mau terlibat dalam segala urusan perebutan kekuasaan dalam keluarga raja. Akan tetapi, mereka tetap akan berpihak pada pemerintah yang sah, dan siap turun tangan membela kebenaran bila terjadi peperangan.
Kelak Sultan Trenggana ikut berjasa besar dalam penyebaran Islam di Jawa. Di bawahnya, Demak berhasil merebut Majapahit dari tangan Raja Dyah Ranawijaya. Ia juga berhasil menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran, menaklukkan hampir seluruh Pasundan, serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana.
Salah seorang panglima perang Demak yang termasyur waktu itu adalah Fatahillah, pendekar muda asal Samudera Pasai, yang juga menjadi menantu Sultan Trenggana.
Mbah Kucing ternyata memiliki wawasan luas tentang konflik di dalam keluarga kerajaan, karena dia memang sering diundang dalam pertemuan-pertemuan penting yang diadakan para pangeran bersama para wali. Sepintas lalu orang melihat sosoknya yang sederhana tentu akan menganggap dia sebagai orang biasa.
Pandangan mata orang akan tertipu karena kebanyakan dari mereka mengukur kemuliaan seseorang dari lahiriyahnya atau dari popularitasnya karena seringnya tampil di panggung dunia. Siapa sangka sosok yang sangat bersahaja dan penuh kerendahan hati itu adalah ketua Mahaguru Nusantara, sebuah berlian terpendam yang tiada bandingnya.
"Oh iya, sekarang saya akan memperkenalkan anggota baru kita!" Mendadak Mbah Kucing berkata dengan nada sedikit dikeraskan. "Dia bernama Lintang Kejora alias Pendekar Pedang Akhirat!"