Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar Sang Pendekar (81): Di Atas Langit Ada Langit

7 Oktober 2024   06:43 Diperbarui: 7 Oktober 2024   07:20 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Tri Handoyo

Tiba-tiba, di tempat sesunyi itu terdengar suara orang bercakap-cakap. Suara yang orangnya tidak tampak itu membuat Arum terheran-heran.

Suara dari kiri terdengar parau dan berat, sedangkan yang dari kanan terdengar besar dan menggema. Suaranya begitu jelas terdengar, namun orangnya tidak kelihatan. Suara apa lagi kalau bukan suara setan? Arum yang sudah mengalami hal-hal aneh menjadi merinding dan segera merapat ke suaminya.

Terdengar suara parau, "Eh siapa orang yang tadi mandi di sungai?"

"Ha..ha..ha..!" terdengar suara berat tertawa, "Kau hebat juga Mbah Gendam! Sudah mau mampus tapi pendengaranmu masih tajam juga!"

"Kau juga hebat Pendekar Ingusan!" puji orang yang dipanggil Mbah Gendam, "Aku pikir kau sudah masuk liang kubur, tidak tahunya masih bisa berkeliaran di dunia ini!"

Lintang dan Arum bersembunyi di balik pohon, di antara semak-semak yang cukup rimbun. Seorang kakek tua muncul di tengah pelataran sekitar sepuluh meter dari tempat pasangan suami istri itu mengintip.

Tidak lama kemudian muncul seorang kakek yang bersuara besar dan menggema. "Bagaimana kabarmu Pendekar Ingusan?" tegurnya. Orang yang baru muncul itu ternyata kakek misterius yang pernah minta makanan kepada Lintang dan Arum, yang sangat mahir mempengaruhi dan menguasai pikiran orang.

"Seperti kau lihat sendiri!" balas Pendekar Ingusan, "Ha..ha..ha.., jangan dikira aku tidak akan sanggup melayanimu bertarung sampai seribu jurus!"

Mbah Gendam dan Pendekar Ingusan itu adalah dua dari tujuh anggota Mahaguru Silat yang menguasai Nusantara. Mereka sedang mengadakan pertemuan rutin setiap tahun di lokasi itu, lokasi persimpangan tiga dimensi. Dari tujuh orang tinggal lima yang masih hidup. Dua orang lagi muncul hampir bersamaan. Mereka semua berusia sekitar seratus tahun ke atas. Orang terakhir muncul, dan keempat kakek memberi hormat dan memanggil orang tersebut dengan panggilan panglima, yang ternyata dia adalah Eyang Dhara alias Mbah Kucing.

Kelima Mahaguru Nusantara itu sedang melakukan suatu rapat dengan cara duduk bersila membentuk lingkaran, tapi duduk mengambang di udara, seolah-olah ada alas yang tidak kelihatan. Panglima alias Mbah Kucing tampak sedang memimpin rapat. Mereka semua memejamkan mata, sambil mengangguk-angguk seperti sedang terjadi diskusi yang cukup serius.

Sejak jaman dulu, raja-raja yang memiliki kedudukan dan pangkat paling tinggi di bawah langit Nusantara, dianggap sebagai wakil Tuhan di muka bumi, dihormati dan dimuliakan semua orang, berlimpah harta kekayaan, tapi masih saja menderita tekanan batin karena memiliki musuh yang selalu mengancam keselamatan jiwanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun