Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Ikrar Sang Pendekar (63): Jiwa-Jiwa Petarung

11 September 2024   04:57 Diperbarui: 11 September 2024   05:00 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Tri Handoyo

Kebokicak menghadapi Surantanu dengan sangat tenang karena dia dapat membaca jelas ke mana serangan lawan akan mengarah dengan memperhatikan gerak pundak dan paha, lalu tongkatnya akan mematahkan dengan tepat. Sebaliknya Surantanu merasa heran bukan main karena serangan balasannya selalu mengenai tempat kosong, dan yang lebih mengherankan lagi, sebelum pukulan atau tendangannya menyambar, tongkat Kebokicak selalu lebih dulu memukul kepalan tangan atau kakinya. Pukulan kayu bertenaga dalam kuat itu cukup membuat tulang Surantanu patah, atau minimal persendiannya bergeser.

Tiba-tiba Surantanu mengangkat kedua tangan seolah mau menyerah. Ia tadi sempat melihat ada benda terlempar jatuh dari tubuh Kebokicak. Benda sebesar ibu jari itu lalu diambilnya, yang ternyata bandul kalung berbentuk ukiran Naga terbuat dari emas.

"Kembalikan!" kata Kebokicak sambil tangannya meraba kalung yang talinya putus. "Itu Mustika Naga pemberian Mpu Naga!"

Tanpa menjawab Surantanu memutuskan kabur meninggalkan Kebokicak. Luka-luka dalam yang ia derita memang akan pulih kembali dengan Ajian Raweronteknya, tapi ia tidak tahan jika harus berulang kali merasakan kesakitan yang hebat, bahkan sebelum lukanya benar-benar pulih ia kembali menerima pukulan. Betapapun cepatnya Surantanu berlari, Kebokicak masih dapat membuntutinya.

Surantanu berlari memasuki sebuah perkampungan dan kemudian menerobos dinding bambu sebuah rumah. Ia mengobrak-abrik isi rumah itu sehingga pemiliknya dengan ketakutan berlarian menyelamatkan diri. Ia kemudian menerobos rumah lainnya, dan melakukan hal yang sama, sehingga kampung itu menjadi sangat gaduh. Orang-orang berhamburan di jalanan dengan panik. Surantanu sengaja melakukan itu dengan maksud untuk menghilangkan jejak dan menghambat pengejaran Kebokicak.

Memang benar, Kebokicak akhirnya lebih mengutamakan menolong penduduk yang terluka dan membiarkan Surantanu lolos untuk sementara. Ia tadi sebetulnya sengaja memutus tali kalungnya sendiri dan sengaja menjatuhkan bandul Naga itu di dekat kaki musuhnya.

Sang waktu berjalan tanpa terasa. Senja telah berganti malam dan bulan muncul sepenggal di langit timur, dengan latar belakang langit yang bertabur bintang. Kebokicak menumpang shalat di rumah warga. Kini baru terasa tenaganya nyaris habis dan badannya lelah sekali, sementara pakaiannya basah kuyup oleh keringat.

Selesai shalat Magrib ia melakukan meditasi disertai dzikir dan olah pernafasan untuk memulihkan energi. Begitu tenaganya pulih, ia langsung melanjutkan pengejarannya. Bandul kalung yang diambil Surantanu itu adalah alat deteksi yang membuat keberadaan Surantanu akan selalu dapat diketahui olehnya, yang kemudian terkenal dengan sebutan 'Nogo Tracak Kencono', artinya Naga Berjejak Emas.

Surontanu sudah berlari jauh ke arah selatan hingga sampai di sebuah ladang perkebunan yang terpencil dari pemukiman. Ia membuat persembunyian dari ranting-ranting yang ditutupi semak belukar, sementara di sekitarnya berdiri pepohonan Maja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun