Oleh: Tri Handoyo
"Semakin kamu kenal siapa dirimu, semakin sedikit hal-hal yang bisa membuatmu kesal". Film Lost In Translation
Semar sedang berbincang santai dengan ketiga putranya. Mereka adalah Petruk dengan ciri kerempeng, Gareng yang fisiknya gemoy, dan Bagong yang matanya sedikit juling. Mereka inilah pewaris yang dipercaya bisa menyelamatkan warisan Nusantara.
"Romo," tanya Petruk memantik diskusi, "Bagaimana pandangan Romo mengenai kegaduhan yang terjadi belakangan ini?"
"Maksudmu soal demo yang lagi marak?"
"Iya betul, Mo!"
"Ya itu hal biasa! Sebagian orang, terutama pendengki pemimpin pasti akan mudah menelan framing sesat. Sebagian lagi karena didasari oleh prasangka buruk, sehingga ikut terprovokasi!"
Gareng tidak sabar segera menelan sisa pisang goreng di mulutnya, sambil sedikit kesulitan dia bertanya, "Kok framing sesat, Mo?" Ada nada sedikit tidak terima.
Dengan santai Semar menyempatkan menyeruput kopi panas dari lepek. Urainya kemudian, "Begini, KPU dan DPR sebetulnya pada dasarnya sepakat untuk menjalankan keputusan MK kok! Mereka paham betul bahwa keputusan itu bersifat final and binding. Final dan mengikat. Kendati ada persoalan bahwa MK dipandang melebihi kewenangannya. Sebab MK mestinya hanya berwenang menguji undang-undang, yakni hanya menolak atau menerima ketika ada sebagian warga yang mengajukan judicial review. Jadi bukan membuat undang-undang baru."
“Apa contoh MK melampaui kewenangannya?” giliran Bagong mengajukan pertanyaan.