Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar Sang Pendekar (51), Melawan Nenek Siluman

24 Agustus 2024   04:42 Diperbarui: 24 Agustus 2024   04:57 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Tri Handoyo

Dengan alasan-alasan kuat Ki Lurah Setiaji menjelaskan kepada  putrinya, disertai contoh tentang pengalaman-pengalamannya membongkar semua rahasia kejahatan kaki tangan Ki Demang, terutama Pendekar Macan Kumbang yang memeras rakyat dengan mengatasnamakan kerajaan Majapahit. Akan tetapi Ajeng seolah tidak mempedulikan semua itu.

"Saya berani taruhan, Topo itu tidak jauh beda dengan jongos Ki Demang lainnya!" pungkas Ki Setiaji dengan kejengkelan yang memuncak. "Mereka semua itu bajingan!"

"Pokoknya aku akan tetap menikah sama Cak Topo!" sahut Ajeng dingin. "Biarpun tanpa persetujuan kalian!"

Tiba-tiba Jenar berdiri, mendekat dan menampar pipi putrinya, "Kamu itu kesurupan atau kenapa?"

Tanpa bicara sepatah kata pun Ajeng berlari pergi dari hadapan kedua orang tuanya. Ia keluar rumah mencari Topo di kediaman Ki Demang. Saat itu matahari tengah merangkak tenggelam.

Topo mengajak gadis itu pergi menuju ke pesanggrahannya, yaitu sebuah bangunan pondok yang terpencil di belakang padepokan. Bangunan yang bentuknya cukup indah itu adalah fasilitas yang diberikan Ki Demang kepadanya sebagai guru besar padepokan.

Ketika berjalan menuju ke pesanggrahan, Ajeng melihat beberapa orang murid yang jumlahnya puluhan sedang berlatih silat dalam suasana remang-remang. Mereka mengenakan seragam warna merah hati dan sabuk warna hitam.

"Mereka ini adalah murid khusus yang dipersiapkan sebagai pasukan pengawal Ki Demang!" Topo menjelaskan ketika Ajeng memandang mereka yang berdiri tegak dan memberi hormat kepada Topo dengan gagah. "Mereka terdiri dari pemuda-pemuda pilihan!"

Akan tetapi Ajeng sudah tidak memperhatikan lagi cerita tentang murid pilihan tadi, karena dia sedang memperhatikan sebuah papan tulisan yang berbunyi, 'Perguruan Macan Abang'. Ia bertanya, "Kok diganti, bukan Macan Kumbang?"

"Aku yang minta supaya ganti nama," jawab Topo dengan nada bangga, "Karena kedua Pendekar Macan Kumbang itu sudah aku taklukan!" Pemilihan nama Macan Abang yang berarti Macan Merah itu agar masih terdengar mirip dengan Macan Kumbang. "Aku juga menciptakan jurus-jurus silat Macan Abang, yang merupakan penggabungan antara beberapa jurus Jari Suci dan jurus perguruan lain!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun