Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar Sang Pendekar (41): Tiga Poros Kekuatan

7 Agustus 2024   08:12 Diperbarui: 7 Agustus 2024   08:14 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bukankah kamu bisa belajar sama ayah! Untuk apa belajar silat jauh-jauh?" tanya Nawangsari.

Tulus yang saat itu sudah menginjak usia sepuluh tahun, tanpa sepengetahuan keluarganya, akhirnya nekad belajar ke Padepokan Benteng Naga.

"Ayo Cak, kita adu silat!" kata adiknya, seperti biasanya ketika ia ingin mempraktekan jurus baru dari ayahnya.

Tulus lalu menuruti ajakan adiknya untuk bermain silat. Adiknya segera mengirim serangan cepat dan ternyata jurus barunya itu gagal menjatuhkan Tulus. Setelah berkai-kali gagal dan bahkan sebaliknya, adiknya itu sendiri yang justru terpelanting dan tersungkur ke tanah. Sambil menangis adiknya melapor ke ayahnya.

Sunyoto tidak terima anaknya yang sudah digembleng silat secara khusus itu bisa dikalahkan oleh Tulus yang tidak pernah belajar silat. Di keluarga itu belum ada yang tahu bahwa Tulus adalah salah seorang murid Perguruan Benteng Naga. Ia membayar iuran padepokan dengan cara bekerja membantu menyiapkan kayu sebagai bahan bakar untuk menempa logam buat senjata pusaka.

"Coba tunjukan bagaimana tadi kamu menyerang!" perintah Sunyoto kepada adiknya dan Tulus harus menerima sebagai bahan latihan.

Adiknya kemudian mengambil ancang-ancang dan Tulus berdiri siap menerima serangan. Pukulan adiknya meluncur cepat, sementara Tulus diam tak bergerak. Serangan itu mengenai dada dan Tulus terhuyung-huyung ke belakang sambil memegangi dadanya yang sakit.

"Nah begitu caranya!" seru Sunyoto dengan nada riang.

Tulus menyeringai menahan perih, sementara wajah adiknya terlihat puas dan terselip senyum penuh kemenangan. Adik tirinya yang pertumbuhan tubuhnya lebih cepat dibanding dirinya itu, yang lebih tinggi dan lebih besar itu, bernama Topo Surantanu.

***

Kampung yang hening. Mula-mula dibangunkan oleh kokok ayam jantan yang panjang dan nyaring sekali. Kokok yang lantas terdengar susul-menyusul dari berbagai penjuru, menggugah sebagian penduduk yang sembunyi di bawah selimut hangat mereka. Kini dimulailah aktifitas kehidupan di setiap rumah. Tulus membangunkan anak-anak yang masih tidur pulas di teras langgar. Di dalam, seperti biasanya, sudah ada Cak Japa dan Mbah Kucing yang sedang wiridan setelah shalat malam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun