Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Ikrar Sang Pendekar (38): Tergulingnya Singgasana Majapahit

4 Agustus 2024   07:16 Diperbarui: 4 Agustus 2024   07:20 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Tri Handoyo

Berkali-kali kedua senjata ampuh itu berbenturan dan menimbulkan percikan api serta suara sangat keras. Pertempuran hebat itu berlangsung hampir satu jam. Setelah tombak trisula Ki Rojowojo akhirnya patah jadi dua, ia pun mulai terdesak mundur, sampai akhirnya tidak ada lagi tempat untuk menghindar. Darah muncrat saat dadanya terbelah oleh sabetan kapak Ki Kelabang. Tapi pada saat yang sama Ki Rojowojo berhasil menancapkan potongan tombaknya ke paha Ki Kelabang Karang.

Terdengar kabar bahwa istana Majapahit telah berhasil dikuasai musuh. Keluarga istana banyak yang dibunuh dan sebagian lagi disandera. Di mana-mana rakyat yang mencintai Majapahit akhirnya bangkit melakukan perlawanan secara bergerilya. Mereka siap untuk ikut mati bersama rajanya.

Dalam pelariannya, Ki Kelabang Karang berhasil membawa barang-barang berharga milik tumenggung, karena ia khawatir kalau harta itu jatuh ke tangan musuh. Ia memacu kudanya melintasi kecamatan Kutorejo, dan terus melaju menuju ke arah Wonosalam, hingga sampai ke tempat gua Sigolo-golo. Itu adalah tempat favorit gurunya ketika dulu bertapa.

Hamparan bebatuan yang tersebar di sepanjang jalan terjal menuju ke gua itu adalah 'Perisai' gua, yang guanya sendiri hanya bisa dicapai dengan jalan merayap turun menyusuri tebing yang curam. Di depan gua tampak Gunung Kukus dan di bawah akan tampak Sungai Boro. Luas di dalam gua sekitar sembilan meter persegi, suatu tempat yang sangat terisolasi dan cocok untuk menyembunyikan harta benda.

Ia merenung lama di dalam gua, memikirkan tentang rencananya ke depan. Ia menanggalkan semua atribut keprajuritan dan menyimpannya bersama harta kekayaan tumenggung serta senjatanya, kemudian keluar dan menyamar sebagai seorang pengembara.

Ia berniat pergi menuju seorang saudara di Jombang, Mpu Naga Neraka, seorang pandai besi yang juga pemilik perguruan silat Benteng Naga. Ia dulu sering mengantarkan orang-orang Majapahit yang hendak memesan senjata pusaka kepada kakaknya itu.

***

Bumi pertiwi berlinang air mata menyaksikan betapa mayat-mayat bergelimpangan bermandikan darah, darah para ksatria sejati sesama anak bangsa yang menjadi korban politik perebutan kekuasaan.

Kabar runtuhnya Majapahit sampai ke Demak. Raden Fatah berkabung mendengar malapetaka itu, tapi tidak mampu berbuat banyak. Raden Fatah yang bergelar Panembahan Jim Bun Ningrat Ngabdurahman Sayidin Panatagama, Adipati Demak Bintara, merupakan adik ipar Dyah Ranawijaya. Posisinya itu yang membuat ia kesulitan untuk bersikap, di samping juga menyadari bahwa kekuatan pasukan Demak belum sekuat bala tantara Dyah Ranawijaya, juga tidak ingin pertumpahan darah sesama anak bangsa kembali terjadi.

Di kalangan umat Islam sendiri saat itu terbagi menjadi dua kubu. Yaitu kubu yang dipimpin oleh Sunan Giri yang mencita-citakan berdirinya kekhalifahan Islam, dan kubu yang dipimpin oleh Sunan Kalijaga yang tidak menginginkan adanya perbuatan makar, yang jelas akan menimbulkan peperang demi peperangan.

Sunan Kalijaga memegang wasiat Sunan Ampel yang berpendapat bahwa di bawah naungan Kerajaan Majapahit, umat Islam telah diberikan kebebasan untuk mengamalkan ajaran agamanya. Maka memberontak terhadap Majapahit hukumnya haram.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun