Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Ikrar Sang Pendekar (32): Mayat Hidup

28 Juli 2024   09:33 Diperbarui: 28 Juli 2024   09:35 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Tri Handoyo

Pada malam yang sudah ditentukan, obor-obor dinyalahkan membentuk lingkaran di mulut gua, menyibak gelap gulita. Terdengar tabuhan gendang dimainkan. Tarian pun digelar dengan goyangan pinggul seiring ritme gendang. Sekilas tarian itu memang menarik dan sedap dipandang, namun tarian itu sesungguhnya dimaksudkan untuk mengundang makhluk halus.

Menurut kepercayaan, goyangan pinggul yang menghentak itu mempengaruhi pusat-pusat saraf di punggung, yang nantinya akan menekan cairan yang mengaliri otak, kondisi itu yang membuat mereka akan mudah kerasukan. Ditambah lagi kepulan bau asap kemenyan yang menyengat. Itu bisa memabukan.

Ketika para penari sudah kerasukan, mereka lalu menggiring satu persatu calon tumbal. Bapak dan emak Nini lebih dulu dibantai, dengan cara memenggal kepala mereka dan kemudian melemparkan kepala-kepala itu ke dalam gua. Tanpa ada perlawanan sedikit pun, karena sebelumnya kedua orang yang dijadikan tumbal itu diberi minuman ramuan yang membuat keduanya seperti setengah kehilangan kesadaran.

Ketika giliran Nini, calon tumbal utama itu akan dipersembahkan, tiba-tiba hujan mengguyur bagaikan dicurahkan dari langit. Disusul petir yang menyambar menggelegar. Angin puting beliung memporak-porandakan memporak-porandakan tempat itu. Orang-orang panik. Berhamburan menyelamatkan diri.

Nini berhasil meloloskan diri dan lari ke dalam gua. Semua itu berlangsung sepanjang malam. Keesokan harinya, ketika Nini keluar dari gua, semua orang terkapar dalam kondisi tak bernyawa. Sebuah pemandangan yang mengerikan buat anak kecil seusianya. Sejak saat itu, Nini Jailangnak kemudian menjadi anak manusia yang tumbuh besar dalam asuhan para makhluk halus.

Tiga abad berlalu. Nini Jailangnak yang terobsesi dengan kehidupan abadi terus melakukan segala upaya untuk itu. Ia melayani orang-orang yang datang ke tempatnya untuk mencari 'Pesugian', dengan syarat mereka harus bersedia jadi budaknya. Ada pula yang datang untuk berguru ilmu hitam, dengan syarat harus bersedia menjadi kekasihnya. Salah satu muridnya yang menjadi kekasihnya itu adalah Ki Blandotan Kobra.

Nenek Siluman menyandarkan mayat Ki Blandotan di pohon Gayam. Tanpa menunda lebih lama lagi, ia melangsungkan upacara ritual memanggil roh untuk mengisi mayat. Ia menyalakan api, membakar menyan, memukul gendang kuno sambil menari mengitari api. Tembang mantra dilantunkan dengan penuh semangat.

Jin-jin berdatangan, seperti menghadiri pesta undangan. Nini mencari yang paling kuat di antara mereka. Perjanjian diucapkan. Tidak berselang lama, mayat Penjahat Besar Ki Blandotan Kobra itu pun mulai bergerak. Ki Blandotan kembali hidup. Tepatnya mayat hidup.

Mayat hidup itu memiliki badan sebagaimana Ki Blandotan Kobra ketika masih hidup. Hanya baunya sangat busuk. Beberapa bagian kulit di wajah dan tangannya melepuh dan terkelupas. Perut yang dulunya gendut kini menjadi rata, karena lambung dan ususnya kosong. Beberapa tulang rusuk tampak mencuat. Kain kafan bercampur sampah membungkus sebagian badannya.

Mayat hidup itu memiliki kekuatan di atas kekuatan umumnya manusia. Ia juga tidak mengenal rasa lelah maupun rasa sakit. Jadi tidak butuh istirahat. Ia tidak butuh makanan dan minuman. Ditambah lagi ia akan patuh mengikuti perintah tuannya. Tanpa bisa menolak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun