Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar Sang Pendekar (17): Jaman Keemasan

26 Juni 2024   04:59 Diperbarui: 26 Juni 2024   05:00 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Tri Handoyo

Rakyan Jayadarma menikah dengan putri Mahisa Campaka dari Kerajaan Singhasari, dan dari pernikahan itu lahirlah Wijaya. Dengan demikian, Wijaya merupakan perpaduan darah Sunda dan Jawa.

Suatu ketika, akibat diracun oleh musuhnya, Rakyan Jayadarma tewas. Dyah Lembu Tal kemudian pulang ke Singhasari membawa serta Wijaya yang masih kecil. Seandainya ayahnya tidak tewas, Wijaya atau saat itu dikenal dengan nama Jaka Susuruh, merupakan calon pewaris tahta Kerajaan Sunda Galuh. Ia seharusnya menjadi raja ke 27.

Kerajaan Sunda Galuh berada di sebelah timur, berbatasan langsung dengan wilayah Majapahit di sepanjang Sungai Pamali. Sedangkan di sebelah barat, wilayah Sunda Galuh berbatasan langsung dengan wilayah Sunda Pakuan di sepanjang Sungai Citarum. Ketika itu Sunda Galuh dipimpin oleh seorang raja yang bernama Prabu Lingga Buana.

Visi Mahapatih Gajah Mada untuk secepat mungkin menyatukan Nusantara terganjal dengan keberadaan Kerajaan Sunda Galuh. Niat Gajah Mada untuk menaklukannya dan menjadikannya sebagai wilayah bagian kekuasaan Majapahit, bertentangan dengan pandangan kalangan istana. Khususnya Ibu Suri Tribhuana Tunggadewi dan Dyah Wiyat, yang berpendapat bahwa kerajaan Sunda masih merupakan kerabat sendiri. Sementara sikap prabu Hayam Wuruk sendiri terlihat jelas lebih mendukung kedua ibu suri.

Mahapatih Gajah Mada tak memiliki kuasa selain harus mematuhi kehendak raja. Seiring dengan perjalanan waktu, Hayam Wuruk telah beranjak dewasa dan tibalah saat baginya untuk mencari calon permaisuri yang akan mendampinginya.

Gajah Mada tiba-tiba mendapatkan ide cemerlang untuk kembali mewujudkan ikrarnya yang sempat tertunda, yakni menundukan Sunda Galuh. Maka ia memerintahkan beberapa juru gambar untuk melukis putri-putri dari kalangan kerajaan bawahan maupun kerajaan tetangga, untuk kemudian diperlihatkan kepada sang prabu.

Gajah Mada menyusun strategi, yakni menugaskan juru gambar terbaik ke Sunda Galah. Tugas pelukis tersebut harus menggambar sang putri secantik dan sesempurna mungkin, sehingga bisa membuat raja nantinya jatuh cinta setengah mati. Sementara untuk juru gambar yang ditugaskan ke kerajaan lain, jangan sampai dibuat secantik kenyataannya. Dengan begitu, diharapkan sang prabu akan menjatuhkan pilihannya kepada putri dari Kerajaan Sunda Galuh, yang bernama Dyah Pitaloka.

Sudah beberapa juru gambar yang kembali ke istana dengan membawa hasil lukisannya, namun Prabu Hayam Wuruk masih belum berkenan menjatuhkan pilihan. Belum ada satu pun putri yang beruntung. Sampai tibalah saatnya juru gambar yang ditugaskan ke kerajaan Sunda Galuh menunjukkan hasil gambarnya.

Gajah Mada dan si juru gambar menanti reaksi raja dengan perasaan cemas. Mereka memperhatikan dengan seksama setiap perubahan wajah raja.

"Siapa nama putri ini?" tanya Raja Hayam Wuruk setelah mengamati cukup lama. "Putri dari kerajaan mana?"

"Putri Pitaloka, dari Sunda Galuh, Baginda!" jawab Gajah Mada dengan menyembunyikan nada riang, tapi tak bisa menutupi wajahnya yang jelas berseri-seri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun