Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Ikrar Sang Pendekar (15): Penyatuan Nusantara

23 Juni 2024   08:27 Diperbarui: 23 Juni 2024   09:26 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Tri Handoyo

Orang berpengaruh di Bali, Patih Ulung, tidak mampu menguasai keadaan. Sebab itu, ia bersama dua keluarganya, Arya Pemacekan dan Arya Pemasekan, datang menghadap Gajah Mada, agar berkenan menyampaikan permohonan mereka kepada Ratu Tribhuwana Tunggadewi untuk mengangkat otoritas Majapahit di Bali.

Ratu Tribhuwana berdiskusi dengan Gajah Mada, dan memutuskan mengangkat Sri Kresna Kepakisan, turunan Bali Aga, selaku otoritas Majapahit. Bali Aga adalah penduduk Bali pegunungan, yang kerap dipisahkan dengan Bali Mula (orang Bali asli). Strategi politik yang jelas terbaca adalah untuk memecah dan menyeimbangkan kekuatan antar kelompok di Bali.

Berikutnya, pada tahun yang sama, Gajah Mada juga memimpin penaklukan dua kerajaan di Lombok, Selaparang dan Dompu. Kisah kedatangan Gajah Mada tersebut terabadikan dalam memori yang disebut 'Bencangan Punan'.

Sementara itu, sebagai kepanjangan tangan Majapahit di Sumatera, Adityawarman memperluas wilayah ke arah barat, Minangkabau. Di sana ia memerintah atas nama Majapahit. Penaklukan diteruskan hingga Samudera Pasai, termasuk ke dalamnya, Bintan, Borneo (Kalimantan), termasuk Burni (Brunei) dan Tumasek (Singapura).

Penaklukan Gajah Mada lebih terarah ke timur. Perluasannya meliputi Logajah, Gurun, Seram, Hutankadali, Sasak, Makassar, Buton, Banggai, Kunir, Galiyan, Salayar, Sumba, Muar (Saparua), Solor, Bima, Wandan (Banda), Ambon, dan Timor. Bahkan sejumlah wilayah Filipina selatan. Sebagian besar perluasan mengandalkan kekuatan maritim, yang untuk itu, Gajah Mada punya andalannya sendiri, Panglima Angkatan Laut Laksamana Nala.

Tumasek (Singapura) di ujung barat Nusantara diserbu dipimpin langsung oleh Gajah Mada. Pendudukan Tumasek dianggap sangat penting karena di Selat Malaka itu bala tentara Mongol bisa lalu lalang dengan leluasa.

Nama semula Tumasek adalah Pu Lo Chung atau Pulau Ujung. Kemudian dikenal dengan nama Salahit (Hikayat Abdullah Bin Abdul Kadir Munsyi). Setelah itu disebut Tumasek yang berarti rawa-rawa. Ini sesuai dengan konfigurasi alami Singapura. Tumasek saat itu adalah bagian dari Kerajaan Malaka (Malaysia).

Sejumlah negeri di Kalimantan pun ditakhlukan seperti Kapuas, Katingan, Sampit, Kotalingga (Tanjunglingga), Kotawaringin, Sambas, Lawai, Kandangan, Landak, Samadang, Tirem, Sedu, Kalka, Saludung, Solok, Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung, Tanjungkutei, dan Malano.

Gajah Mada yang dikenal lemah lembut dan rendah hati itu, di tengah medan perang akan menjadi sosok yang paling ganas daripada siapapun. Ketika musuh-musuh menyadari bahwa mereka sedang berhadapan dengan panglima perang yang hebat itu, mereka akan lari pontang-panting menjauh dari jangkauan senjata gadanya.

Setiap prajurit pasti siap untuk mati, hanya saja mereka tidak mau mati terlalu dini. Apakah ada prajurit yang mau dijadikan tumbal yang pertama? Mereka mendengar kabar, jika ada sepuluh orang yang mengepung Gajah Mada, maka tanpa menuggu lama tujuh dari mereka akan cepat terkapar menjadi mayat. 

Sepertinya nasib prajurit sisanya juga akan berakhir sama dengan rekannya. Menyusul menjadi mayat. Nyaris tak ada kesempatan bagi lawan untuk bertahan hidup jika berada di dalam jangkauan gada mautnya. Di medan perang, sosok Gajah Mada seolah mewakili malaikat pencabut nyawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun