Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Ikrar Sang Pendekar (15): Penyatuan Nusantara

23 Juni 2024   08:27 Diperbarui: 23 Juni 2024   09:26 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintahan negara Majapahit terbagi atas bagian bawahan, yang dijalankan oleh susunan persekutuan adat di seluruh Nusantara. Kemudian bagian tengahan, yang dilaksanakan oleh demang dan tumenggung yang berada di daerah, yang menghubungkan pemerintahan di bawahnya dengan pemerintahan pusat. Terakhir adalah bagian atasan adalah pemerintah pusat yang berkedudukan di kota Majapahit.

Keadaan negara semakin maju pesat. Kesejahteraan rakyat dapat terlihat dari bangunan-bangunan rumah penduduk yang bermunculan bagaikan jamur di musim hujan, yang tertata rapih dan bersih. Bangunan candi-candi dan tempat-tempat ibadah yang indah menghiasi wajah kota.

Kemakmuran Majapahit diduga karena dua faktor utama. Faktor yang pertama adalah lembah Sungai Brantas dan Bengawan Solo di dataran rendah Jawa Timur utara yang sangat cocok untuk pertanian. Majapahit juga membangun berbagai infrastruktur irigasi yang modern untuk menunjang itu.

Faktor yang kedua adalah pelabuhan-pelabuhan di pantai utara Jawa yang berperan penting sebagai pelabuhan pangkalan untuk mendapatkan komoditas rempah-rempah dari Maluku. Pajak yang dikenakan pada komoditas rempah-rempah inilah merupakan salah satu sumber pemasukan penting.

Dengan adanya Sumpah Palapa, maka Gajah Mada berjuang sekuat tenaga untuk mempersatukan wilayah Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit. Walaupun ada sejumlah orang yang meragukan sumpahnya, Gajah Mada, dengan dibantu Adityawarman, terbukti berhasil mewujudkan mimpi besarnya itu.

Beberapa kerajaan tetangga kemudian dihubungi, mereka dihimbau untuk bergabung dengan Majapahit. Bagi yang mau bergabung dengan suka rela atas kepentingan bersama diterima dengan senang hati, sementara kepada mereka yang menolak, dihimbau sekali lagi, dan ketika masih juga tidak mau bergabung, barulah ditaklukan.

Pada tahun 1334, Gajah Mada memasuki Bali. Ekspansi kerajaan Jawa ke Bali sebetulnya bukan yang pertama terjadi. Sebelumnya, Raja Kertanegara (Singhasari) pernah melakukannya pada tahun 1284, dalam ekpedisi yang dikenal dengan istilah Cakrawala Mandala. Sementara ekspedisi Gajah Mada ke Bali dikenal sebagai Ekspedisi Bedahulu.

Di Bali saat itu dipimpin Raja Bhatara Sri Astasura Ratna Bhumi Banten. Raja Bali yang berkuasa sejak tahun 1337 itu punya panglima perang bernama Amangkubumi Paranggrigis. Dalam menjalankan aktivitasnya, Paranggrigis dibantu seorang pembantu andalan yang bernama Kebo Iwa, asal desa Belahbatuh.

Menurut strategi Gajah Mada, untuk melemahkan Bali, Kebo Iwa itulah yang terlebih dulu harus diatasi. Sebelum diekspansi secara militer, Gajah Mada melakukan upaya diplomasi dengan Bali.

Ratu Tribhuana Tunggadewi menulis surat yang berisikan tawaran persahabatan. Amangkubumi Paranggrigis turun tangan secara langsung dalam mengambil keputusan penting itu. Ia mengumpulkan sejumlah tokoh Bali, bermusyawarah untuk menentukan sikap atas aksi Majapahit. Suara bulat dicapai, bahwa Bali menyatakan menolak dan tidak akan tunduk.

Akhirnya Gajah Mada membawa ekspedisi militernya ke Bali. Setelah serangan Majapahit, Bali dapat ditaklukan dan mengalami kekosongan kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun