Perintah mendadak untuk menghadap Ratu Tribhuana Tunggadewi itu tertuang dalam surat rahasia yang langsung ditandatangani oleh Mahapatih Gajah Mada.
Pada kesempatan itu, mereka semua mendengar langsung bahwa sang ratu sangat menyayangkan peristiwa saat Ra Kembar yang mengambil tindakan di luar komando. Hal itu bisa sangat merugikan Majapahit, dan itu tidak perlu terjadi jika para pejabat taat aturan. Belum sempat kejadian itu mendapat hukuman, peristiwa memalukan di paseban menyusul.
Tidak lama setelah rapat penting itu, Ra Kembar dan Ra Banyak dicopot dari jabatan manteri dan dihukum atas kesalahan-kesalahannya. Gerakan para pembangkang dan pendengki satu per satu berhasil dibongkar dan disingkirkan.
Itu semua atas saran Gajah Mada, bahwa sikap tegas wajib diterapkan demi menjaga stabilitas keamanan negara. Itu juga bukti bahwa pengaruh Gajah Mada demikian kuat bagi Sang Ibu Suri Gayatri, dan terutama bagi Ratu Tribhuana Wiajayatunggadewi.
***
Majapahit memiliki hubungan erat dengan kerajaan Swarnabhumi, di pulau Sumatra. Kedatangan raja Swarnabhumi, Adityawarman (Aryo Damar) ke Majapahit digambarkan menggunakan kapal perang berukuran besar, yang belum ada tandingannya dari kesatuan pasukan laut Majapahit.
Penggambaran besarnya ukuran kapal perang dari Swarnabhumi ini sebagai cikal bakal teknologi yang menjadikan besarnya armada laut Majapahit kelak ketika penyatuan Nusantara dimulai.
Adityawarman adalah saudara sepupu mendiang prabu Sri Jayanegara, sekaligus sahabat yang cukup dekat dengan Gajah Mada. Sejak remaja, Adityawarman memang diasuh di lingkungan Majapahit. Adityawarman lalu diangkat menjadi otoritas Majapahit di Sumatera (wilayah bekas Sriwijaya). Itulah kenapa ia siap kapan pun membantu Majapahit untuk memberantas para pemberontak, meskipun tidak selalu tinggal di pusat pemerintahan.
Adapun tempat tinggal Gajah Mada di Puri kepatihan, berada di sebelah timur pasar. Ia memilih tinggal tidak di dalam keraton Trowulan. Kepatihan itu tidak jauh dari pintu gerbang Majapahit, yang hingga kini masih berdiri indah, yang dinamai Gapura Bajang Ratu. Gapura itu juga menuju sebuah bangunan suci yang dibangun untuk mengenang mendiang Prabu Jayanegara.
Gajah Mada dikenal sangat merakyat dan ingin selalu dekat dengan rakyat. Ia suka menyantuni janda-janda miskin, di samping untuk menebus hutang budinya kepada nenek Wuri yang belum sempat terbalaskan, juga demi menjalankan perintah agama.
Kini, dengan menaiki kedudukan yang tinggi itu, maka Patih Mangkubumi Gajah Mada semakin mendapat kekuasaan yang luas. Ia semakin dicintai rakyat. Beberapa tahun kemudian, karena kecakapannya, dia juga diangkat menjadi Rajaksa dan juga menjadi Amangkubumi (Perdana Menteri) yang mengepalai kementerian negara.