Yang lebih menarik lagi, parfum juga difungsikan sebagai terapi penyembuhan beberapa penyakit. Dikaitkan dengan sifat higienisnya, aroma wewangian tertentu diyakini mampu menangkal berbagai jenis penyakit dan mengusir roh-roh jahat. Parfum dianggap penggerak alam semesta, membantu orang ketika berdoa, mengobati orang sakit, ketika berperang, bercinta, berkarya, dan hingga saat mempersiapkan kematian.
Parfum semakin melintasi masa dan kemudian mengalami kemajuan pesat pada masa kejayaan Islam. Rasulullah memang mencintai wewangian, sehingga ini memberikan motivasi kepada umatnya untuk mengembangkan pembuatan parfum dengan teknik lebih modern.
Yang paling spektakuler adalah penemuan parfum ekstraksi oleh seorang ahli kimia termasyhur, yakni Abu Musa Jabir bin Hayyan, yang lahir di Tus, Persia (721-815 M). Dia adalah tokoh yang mengembangkan teknik modern pembuatan parfum.
Bila sebelumnya parfum cair adalah campuran minyak dengan bubuk tetumbuhan atau rempah, cendikiawan muslim tersebut membuatnya dengan teknik penyulingan (distilasi), penguapan (evaporation), dan penyaringan (filtrasi). Ketiga teknik itu mampu mengambil aroma wangi dari bunga atau rempah dalam bentuk ekstrak, atau yang kini disebut bibit minyak wangi.
Di masa berikutnya teknik tersebut disempurnakan oleh Ibnu Sina (980--1037 M). Tokoh yang dikenal sebagai bapak kedokteran modern itu mempraktekannya pertama kali pada bunga Mawar. Ibnu Sina juga diyakini sebagai dokter yang pertama kali menggunakan obat bius dalam melakukan pembedahan, dengan memanfaatkan obat-obatan herbal dan parfum.
Pada masa kejayaan Islam tersebut terdapat sedikitnya sembilan buku teknis industri parfum. Sayangnya hanya tinggal Kitab Kimiya' al-'Itr (Book of the Chemistry of Perfume and Distillations) karya Al-Kindi, yang masih tersisa. Al-Kindi (805 - 873 M) juga dikenal sebagai filusuf muslim pertama.
Parfum mulai diproduksi dalam jumlah banyak dan dengan harga yang jauh lebih terjangkau. Dengan demikian parfum mulai banyak digunakan oleh masyarakat secara luas.
Selain mengembangkan pembuatan parfum hingga menjadi sebuah industri besar, umat Islam juga menguasai teknologi pembuatan beragam kosmetik. Satu lagi penemuan penting umat Islam yang memang sangat mementingkan kebersihan, adalah sabun. Umat Islam memulai sebuah gaya hidup baru dengan mandi menggunakan sabun yang wangi.
Kota-kota kuno seperti Kufah dan Basrah (Irak), serta Nablus (Palestina), terkenal sebagai sentra industri sabun terbesar pada masa itu. Sabun produksi mereka dipasarkan secara luas hingga ke mancanegara.
Resep pembuatan sabun telah ditulis oleh seorang pakar komestik terkemuka dari Andalusia, bernama  Abu Al-Qasim Al-Zahrawi atau yang lebih populer sebagai Abulcassis (936-1013 M). Kitab yang bertajuk Al-Tasreef, yang merupakan ensiklopedia kedokteran yang terdiri atas 30 volume tersebut, merupakan karya fenomenal Abulcassis. Kitab tersebut telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan digunakan sebagai buku referensi utama di sejumlah universitas unggulan di Eropa.
Hingga kini, formula untuk membuat sabun berbahan utama minyak zaitun dan al-Qali tak pernah berubah. Selain ada sabun berbentuk batangan, juga ada pula yang cair. Bahkan, pada masa itu sudah terdapat sabun khusus untuk mencukur kumis dan jenggot.
Â
Sementara itu, peradaban Barat baru menguasai pembuatan sabun pada abad ke-18 M. Hal ini terungkap dari karya Sherwood Taylor (1957) dalam bukunya berjudul, 'A History of Industrial Chemistry'. Orang-orang barat sebelumnya memang tidak punya kebiasaan untuk mandi.