Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Peminta-Minta

3 Mei 2024   07:25 Diperbarui: 19 Juni 2024   06:57 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Tri Handoyo

Hal seperti itu tidak hanya bisa menimpa pada keluarga, tetapi juga bisa menimpah sebuah masyarakat, dan bahkan sebuah negara. Ambil contoh negara Venezuela. Para pengamat menyimpulkan bahwa salah satu penyebab ambruknya Venezuela adalah karena subsidi yang selama ini memanjakan rakyatnya. 

Menurut Bloomberg, produksi minyak semakin turun hingga 100 ribu barel per hari. Data pusat Venezuela juga menyatakan bahwa produksi minyak mereka mencapai titik terendah dalam 70 tahun terakhir. Padahal cadangan minyak mereka punya andil 25% dari semua minyak mentah yang dikelolah oleh produsen terbesar dunia. 

Krisis Venezuela mulai melanda sejak pemerintahan Hugo Chaves, yang kemudian mulai berani mengambil kebijakan mengurangi subsidi. Tapi anjloknya minyak mendorong krisis itu semakin parah. Di bawa pemerintahan Nicolas Maduro, gelombang demonstrasi semakin membesar dan menjurus anarkis. Mereka yang sebelumnya dimanjakan keadaan, kini memprotes pemerintah karena dianggap tidak becus mengatasi krisis. 

Banyak pengamat yang sudah memprediksi bahwa siapapun pengganti Chaves tidak akan bisa menyelamatkan Venezuela. Rakyat tidak peduli kondisi negara, karena yang mereka tahu hanyalah negara wajib memberikan subsidi. Rakyat sudah terbiasa menggantungkan hidup kepada pemerintah. 

Bagi warga yang kaya, mereka berbondong-bondong lari ke luar negeri, berharap kehidupan yang lebih baik. Yang menengah ke bawah terpaksa hidup sengsara. Negara kaya di kawasan Amerika Latin itu akhirnya terpuruk dalam berbagai krisis. 

Di Indonesia, sebagian orang demontstrasi gara-gara subsidi BBM dialihkan ke subsidi yang produktif. Banyak ahli yang mengatakan subsidi BBM itu salah sasaran. Anehnya ada yang ngotot dan marah atas kebijakan itu. Padahal banyak masyarakat miskin yang tinggal di desa-desa tidak begitu merasakan dampaknya. Balapan liar dan gank motor saja masih bisa beraksi dan keluyuran keliling kota. 

Jadi sebetulnya rakyat yang mana yang dibela para demonstran itu? Toh, pemerintah juga telah menyalurkan bantuan sosial, diantaranya berupa Bantuan Tunai Langsung (BLT), yang disalurkan untuk keluarga penerima manfaat. Ini tentu lebih tepat sasaran dibanding subsidi BBM. Tapi mengingat kata Oprah, anak juga butuh proses untuk belajar agar mental peminta-minta tidak terpelihara dengan subur. Begitu pula masyarakat, perlu proses untuk belajar. Butuh waktu. 

Dengan berbagai kebijakan yang tepat sasaran, kini Indonesia lambat laun telah mencapai pertumbuhan ekonomi yang mengesankan. Indonesia termasuk negara dengan ekonomi terbesar kesepuluh di dunia dalam hal paritas daya beli. Capaian luar biasa dalam pengurangan kemiskinan dengan menurunkan lebih dari separuh angka kemiskinan sejak tahun 1999 menjadi di bawah 10 persen pada tahun 2019. Tingkat kemiskinan terus mengalami tren penurunan menjadi 9,36 persen per Maret 2023. Ini menunjukkan bahwa resiliensi perekonomian nasional terus terjaga dengan baik, sekalipun sempat diporak-porandakan pandemi Covid-19 beberapa tahun yang lalu. 

Indonesia masih optimis dan konsisten berjuang untuk menuju menjadi negara yang adil, makmur dan beradab. Berjuang menjadi negara bermental pejuang dan juara. Bukan mental pecundang dan peminta-minta. Meskipun itu sesuatu yang tidak mudah untuk diwujudkan. Yang tidak mudah itu sebetulnya mengubah mental.

Mental peminta-minta seperti itu pasti tidak pandai bersyukur, bahkan suka mencari-cari kekurangan negaranya sendiri, untuk kemudian biar bisa berkoar-koar mengumbar ujaran tak bermoral yang liar dan brutal, demi menutupi jiwa pecundangnya. Jiwa pecundang memang erat kaitannya dengan mental peminta-minta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun