Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pahitnya Jampi Tak Sepahit Nasib Majapahit

25 April 2024   18:18 Diperbarui: 12 Juni 2024   19:09 972
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada masa pandemi Covid-19 yang lalu, dalam situasi yang menggelisahkan umat manusia di seluruh dunia, orang kembali tersadarkan akan keberadaan warisan jampi-jampi Nusantara, khususnya di era Majapahit. Jampi sangat berkhasiat untuk meningkatkan imunitas. Alhasil, permintaan rempah-rempah pun meningkat sangat tajam. Bahkan Presiden Jokowi memberikan dukungan agar para petani memproduksi rempah-rempah secara besar-besaran.

Tak ketinggalan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui gerakan berkesinambungan yang melibatkan berbagai elemen masyarakat, berusaha menghidupkan jalur rempah sebagai memori kolektif. Berbagai edukasi diberikan, di antaranya mengenai kedudukan rempah-rempah yang mempersatukan dan membentuk perkembangan peradaban Nusantara.

Seiring dengan itu, pembudidayaan dan pengembangan jampi rempah-rempah terus dilakukan secara optimal, yang mencakup produksi, pemasaran, serta penggunaannya dalam industri kesehatan, kecantikan, kuliner, dan lainnya. Dengan demikian, budaya jampi bisa meresap dalam masyarakat dan terlestarikan dengan baik kepada generasi muda.

Selain jampi, Majapahit juga terkenal memiliki banyak tabib. Salah satu yang tersohor adalah Ra Tancah, yang menjabat sebagai tabib istana di masa Prabu Wijaya hingga Prabu Jayanegara.

Jampi dan tabib ini tercantum dalam berbagai prasasti, sebagai bukti bahwa Kerajaan Majapahit sangat peduli dengan kesehatan, sehingga mendorong masyarakat untuk terus menggali dan melestarikan berbagai ramuan-ramuan jampi. Contoh berbagai prasasti tersebut adalah,

1. Prasasti Madhawapura
 
Prasasti Madhawapura tidak berangka tahun, akan tetapi dari gaya bahasanya dapat diketahui dari masa kerajaan Majapahit. Kutipan dari bagian prasasti di sisi muka adalah:

".....Abhasana (pembuat busana), Angawari (pembuat kuali), Acaraki (peracik dan penjual jamu), ....."

Acaraki berasal dari bahasa sanskerta. Secara linguistik Acaraki adalah orang yang meracik bahan-bahan dari alam untuk dijadikan jamu. Craki berarti penjual bahan-bahan jamu atau pedagang jamu. Crakn berarti bahan obat-obatan.

2. Prasasti Bendosari

Prasasti Bendosari juga disebut prasasti Manah i Manuk dan prasasti Jayasong. Prasasti Bendosari berangka tahun 1360 M. Kutipan dari bagian prasasti tersebut adalah:

".....kepada orang-orang tua dalam pertapaan di Pakandangan, sebidang sawah 16 lirih (satuan ukuran luas tanah), kepada lingkaran perdikan di Kuku 2 lirih, kepada Janggan (dukun desa) di ....."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun