"Hei kang Dodit, sekedar tahu saja ya, biarpun saya janda tapi saya masih punya harga diri! Saya masih dapat pensiunan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan saya. Jadi saya tidak pernah mengharap belas kasihan orang. Saya ke sini mau beli, bukan mau ngemis. Kang Dodit sudah keterlaluan menghina saya!"
Pemilik toko itu hanya bisa mengelus dada, "Masyaallah, Bu, saya sama sekali tidak punya pikiran seburuk itu terhadap Bu Tifa! Sumpah!"
"Sudah, tidak usah mengelak. Saya bukan orang bodoh yang tidak tahu maksud tersembunyi dari ucapan orang. Pakai nyindir-nyindir segala. Kalau tidak suka saya belanja di sini, mulai saat ini, saya bersumpah tidak akan menginjakan kaki di toko ini lagi!"
"Sabar Bu Tifa. Istighfar.., istighfar..!"
"Saya itu setiap selesai shalat selalu baca istighfar 100 kali, jadi Kang Dodit gak usah sok alim ngajari saya untuk baca istighfar. Kang Doditlah yang harus banyak istighfar, biar tidak gampang berprasangka buruk sama orang!"
"Baik saya yang salah!" Kang Dodit menyerah, karena keributan itu telah menarik perhatian pembeli lain. "Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya, Bu Tifa!"
"Tidak perlu minta maaf sama saya, tapi mintalah ampunan sama Allah! Hanya Allah yang bisa mengampuni dosa-dosamu!"
"Baik, Bu. Trima kasih sudah mengingatkan saya! Sekali lagi saya minta maaf!"
Di sepanjang perjalanan pulang, Bu Tifa selalu menyempatkan diri untuk menceritakan kepada setiap orang yang ditemuinya mengenai betapa sangat terluka hatinya.
"Ya Allah, saya ini orang baik-baik," tutur Bu Tifa, "Tapi diperlakukan oleh pemilik toko sombong itu seperti pengemis! Kang Dodit itu rupanya mulai gak waras!"
"Kok bisa sampai begitu ya bu?" tanya Ning Atik penasaran.