Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menyingkirkan Duri di Jalan

3 April 2024   08:52 Diperbarui: 22 Juni 2024   07:51 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Tri Handoyo

Nyi Roro Kidul, sosok jin penguasa pantai selatan, dinarasikan sebagai ratu penguasa kerajaan jin yang memiliki peradaban tertinggi di muka bumi.

Cerita mengenai itu diperkirakan baru muncul di era Ki Ageng Pemanahan. Sebelumnya tidak ada catatan sejarah yang pernah menyebutkan nama Ratu Pantai Selatan tersebut. Kisah mistisnya pun berkembang di era Mataram Islam.

Awal cerita, Pajang di bawah pimpinan Sultan Hadiwijaya atau Joko Tingkir, resah mendengar ramalan Sunan Prapen yang menyatakan bahwa kelak akan muncul kerajaan besar di wilayah selatan yang akan menenggelamkan Pajang. Wilayah yang dimaksud adalah hutan Mentaok yang menjadi cikal bakal berdirinya kerajaan Mataram.

Oleh karena itu, setelah melihat indikasi ketidaksetiaan Ki Ageng Pemanahan, Sultan Hadiwijaya berniat akan menyerang Mataram.

Ki Ageng kemudian menyebarkan informasi ke masyarakat luas bahwa pihaknya, pasukan di bawah pimpinan putranya yang bernama Panembahan Senopati, mendapat bantuan dari pasukan penguasa pantai selatan, yakni Nyi Roro Kidul.

Di hembuskan informasi ke masyarakat luas apabila Mataram telah menjalin kerja sama dengan kerajaan jin terbesar di muka bumi. Mataram mengaku punya senjata yang disebut 'Bende Mataram', yang jika dibunyikan akan memanggil seketika ratusan ribu pasukan jin. Cerita itu terbukti sangat efektif untuk menyiutkan nyali musuh.

Pajang yang memiliki pasukan jauh lebih besar dan kuat pun gagal menaklukkan Mataram. Kendati sebetulnya ada alasan ilmiah di balik kegagalan itu. Pada saat pasukan Pajang telah sampai di wilayah masuk perbatasan Mataram, Gunung Merapi mendadak meletus. Banyak pasukan yang menjadi korban awan panas letusan Merapi, sehingga sisa pasukan akhirnya memilih kembali pulang. Sultan Hadiwijayah meninggal sepulang dari rencana penyerbuan yang gagal tersebut.

Peristiwa itu adalah awal runtuhnya Pajang, dan menguatnya pengaruh Mataram di tanah Jawa. Kisah Nyi Roro Kidul pun semakin populer dan sekaligus semakin diyakini oleh masyarakat, khususnya di wilayah sekitar Mataram dan Jawa pada umumnya.

Pertanyaan yang meragukan keberadaan penguasa pantai selatan itu timbul manakala penjajah Eropa datang menaklukan Nusantara.

Kenapa raja-raja Jawa saat itu tidak minta bantuan Nyi Roro Kidul untuk melawan dan mengusir penjajah? Kemana pusaka 'Bende Mataram' yang konon bisa mengundang ratusan ribu pasukan jin? Sampai akhirnya timbul keraguan bahwa ratu jin penguasa pantai selatan itu sebetulnya hanya mitos belaka.

Mitos memang menjadi semacam kebutuhan yang masih lekat di tengah masyarakat.
Kehadirannya tak lekang oleh jaman, sekalipun sudah melintasi era modern.

Mitos biasanya berhubungan dengan kepercayaan terhadap benda gaib, roh halus, dewa-dewi, atau tokoh yang memiliki kemampuan supranatural di masa lampau.

Bedanya jaman dahulu mitos mengandung nilai spiritual dan dikaitkan dengan pelajaran moral, dewasa ini mitos dikaitkan dengan segala hal termasuk di dalam urusan politik. Kesamaannya, ada ancaman bahwa jika mitos itu dilanggar akan berakibat kesialan, kualat, atau mendatangkan malapetaka.

Profesor bidang Psikologi dari Missouri Western State University, Brian Cronk, menjelaskan bahwa mitos bisa ada karena otak manusia selalu mencari alasan di balik segala peristiwa. Ketika akal gagal memperoleh penjelasan yang logis, manusia lantas cenderung membangun narasi apa pun yang penting bisa memuaskan pikirannya. Hal ini dilakukan agar rasa penasaran yang kerap membuat pikiran tidak tentram bisa dihilangkan. Itulah alasan kenapa mitos dibutuhkan.

Setelah berhasil dijejalkan ke otak, kendati bertolak belakang dengan sains, tak berkaitan dengan fakta ilmiah, tidak ada relevansinya, dan tidak bisa diverifikasi serta diuji kebenarannya, mitos tetap dipercaya dengan dalih keimanan.

Apabila dulu para leluhur menggunakan mitos sebagai sarana pembelajaran moral dan etika, dalam perkembangannya kini mitos digunakan justru untuk menyesatkan dan menghasut masyarakat.

Di era yang masyarakatnya semakin kritis, narasi keberadaan Nyi Roro Kidul, yang dulu pernah menjadi 'duri di jalan' keimanan masyarakat, sudah nyaris pudar. Sebab dia tidak bisa digunakan untuk memobilisasi massa. Keberadaannya tidak penting lagi. Maka perlu diciptakannya sejenis mitos kontemporer. Yakni soal 'Darah biru', 'Ras Unggul' atau 'Keturunan Nabi'.

Masyarakat modern sebetulnya tidak lagi menentukan kualitas seseorang diukur dari ras, suku, agama atau keturunannya, melainkan dari amal perbuatan, intelektualitas, dan kesalehan atau berdasarkan akhlak.

Yang menjadikan akhlak sebagai tolok ukur pasti akan memberi pencerahan, demi mencerdaskan umat, sebaliknya yang tolok ukurnya keturunan, ras unggul atau darah biru, biasanya bertujuan untuk pembodohan umat.

Pembodohan terhadap masyarakat akan memudahkan untuk memobilisasi massa, untuk kemudian menjadikannya sebagai alat daya tawar atau daya gertak. Biar leluasa menggertak, menakut-nakuti dan mengancam mereka yang berani menentang kelompoknya.

Nabi Muhammad pernah berpesan bahwa keimanan itu memiliki tujuh puluh macam. Salah satunya ialah menyingkirkan duri di jalan. Itu adalah bentuk lain dari sedekah. Anehnya, tidak sedikit umat yang justru menolak menyingkirkan duri di jalan keimanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun