Demikian sejak jaman dahulu, tatkala cara-cara terhormat tidak mungkin menghantarkan pada kemenangan, maka cara licik dan segala tipu muslihat pun dilakukan.
Seruan 'Kembali pada al Quran' model Amr bin Ash, atau ada juga yang model merasa paling Islam, paling taat dan paling membela al Quran seperti Khawarij sehingga gemar menyesat-sesatkan pihak lain di luar kelompoknya. Saat Imam Ali mengingatkan bahwa seruan itu hanya tipu daya belaka, mereka malah balik menceramahi Imam Ali. Seorang yang disebut 'Pintu Ilmu' oleh Nabi Muhammad saw itu dituduh telah keluar dari hukum Islam.
"Tidak mungkin kami menolak seruan kembali pada al-Quran", tandas para pembangkang itu.
Seruan kembali pada al Quran yang digembar-gemborkan pasukan Muawiyah itu memicu peperangan terus berlanjut. Muawiyah berkeras hati untuk menegakan hukum qishas sesuai yang dinyatakan dalam Al Quran, sehingga tidak ada pilihan lain selain menuntut Imam Ali mengeksekusi puluhan ribu demonstran yang terlibat pembunuhan Sayidina Ustman. Seruan itu mengakibatkan timbulnya perang Jamal dan Siffin.
Seruan kembali pada al Quran yang digelorakan itu menyebabkan Imam Ali akhirnya harus kehilangan haknya sebagai amirul mukminin, imam tertinggi umat Islam.
Pengakuan semangat (ghirah) kepada al Quran yang diserukan Khawarij membuat pasukan Ali kehilangan persatuan dan akhirnya kalah dalam perang.
Ibn Khaldun menulis, di tenah masyarakat primitif, hanya ada dua cara untuk memobilisasi massa dan membuatnya solid, pertama yaitu isu primodialisme dan rasialisme, yang kedua yaitu isu agama.
Pikiran, energi dan sumber daya umat Islam semestinya diarahkan untuk tujuan yang mulia, bukan untuk pelampiasan nafsu dan demi pemenuhan syahwat segelintir elit belaka.
Kita perlu merenungkan hikmah dari peristiwa di atas, bahwa beragama itu tidak cukup bermodalkan semangat membabi-buta atau sok memiliki ghirah semata, namun mengabaikan akal budi dan hati nurani.
Sebuah fenomena yang mengandung bahaya, manakala semangat beragama semakin mengental tatkala akal terjungkal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H